Banda Neira sebagai tempat lahirnya SABANA terkenal dengan pariwisatanya, namun menduakan literasi, khususnya pada bidang sastra. Padahal sastra adalah napas tuhan yang hidup pada setiap tubuh manusia, demikian komunitas SABANA (Sastra Banda Neira) yang terus fokus menghidup-hidupkan sastra pada Provinsi Maluku. Tepat pada Selasa sore (23/10), sastrawan dari lima negara (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Brunei Darussalam) tiba di Banda Neira, bertujuan  untuk melakukan pelatihan apresiasi sastra negara serumpun.
Yang hadir dalam acara tersebut diantaranya adalah Dr. Malim Ghozali dan Hisyam (Malaysia), Dr. Nik Rakib (Thailand), Yatiman Yusof dan Rohani Din (Singapura), Prof. Dr. Ampuan Berahim Tengah, Muhammad (Brunei Darussalam). Yang mewakili Indonesia adalah Dr. Husnu Abadi, Fakhrunnas MA Jabbar, Yeyen Kiram, Uki Bayu Sejati, Wahjudi Djaja, Herman Syahara, Moh. Rois, Sari Narulita, Shinta Miranda, dan lain-lain. Â Kehadiran para sastrawan dari lima negara ini memberikan dampak positif bagi seluruh masyarakat Banda Neira, Acara dibuka oleh Kepala Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Prof. Dr. Aksan Tuasikal yang mewakili Bupati Maluku Tengah. Acaranya berlangsung selama lima hari, adapun salah satu kegiatannya adalah workhsop penulisan sastra, workhsop teater, seminar dan diskusi internasional (trend dunia sastra & sastra dunia), susur sejarah Banda, penampilan mini pentas. Acara tersebut diikuti oleh Komunitas SABANA, guru, mahasiswa dan pegiat sastra.
Dr. Free Hearty selaku ketua PSBNS (Perhimpunan Sastrawan Budayawan Negara Serumpun) mengungkapkan bahwa acara ini adalah awal batu loncatan digelarnya Temu Sastra Dunia pada Juni 2019 yang akan diikuti lebih dari 20 negara. Â Â