Mohon tunggu...
dr Agung Budisatria MM
dr Agung Budisatria MM Mohon Tunggu... Dokter - Melayani dan membagikan untuk perubahan dan kemajuan bangsa

Melayani dan membagikan untuk perubahan dan kemajuan bangsa

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kurs Rupiah Rp 14 Ribu, Ekonomi Kita Enggak Kiamat

22 Mei 2018   11:32 Diperbarui: 21 Juni 2018   09:14 2739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: computer3333.tk

Ramai sekali yang memprediksi bahwa kita akan memasuki krisis ekonomi lagi saat rupiah terpuruk sampai Rp 14 ribu lebih. Apakah benar demikian? Bahkan menteri keuangan Sri Mulyani, yang baru saja dinobatkan jadi menteri keuangan terbaik dunia, sampai harus berulang kali memberikan penjelasan terkait pelemahan rupiah.

Banyak yang percaya dan menjadi tenang akan penjelasannya, akan tetapi lini masa masih saja dipenuhi dengan ketidakpercayaan terhadap pemerintah terkait dengan melemahnya rupiah dengan datangnya kembali krisis ekonomi. Tentunya jika dibiarkan berlarut, akan bisa menimbulkan ketidakpastian di masyarakat yang nantinya bisa berdampak menurunnya ketidak percayaan terhadap pemerintah.

Mari kita analisis secara sederhana saja. Analisis fundamental diperlukan untuk menilai seberapa baik kinerja pemerintah dalam memutar perekonomian.

Sama seperti saat kita akan membeli saham suatu perusahaan, maka kita tentunya harus melihat fundamental perusahaan itu bagus atau tidak. Jadi tidak hanya membeli karena saham X harganya murah di pasar dibandingkan dengan saham Y.  Kita  perlu melihat fundamental perusahaan tersebut juga.  Karena fundamental suatu perusahaan itu mencerminkan kinerja suatu perusahaan.  Seperti layaknya barang yang diperjualbelikan, makin bagus barang itu, tentunya makin mahal pula harganya.

Harga suatu emiten (saham) bisa saja tinggi, tetapi harga tinggi itu masih termasuk wajar, karena kinerja perusahaanya bagus. Contoh Unilever, yang harga per lembar sahamnya mencapai 46,450. Nah, bagaimana kita melihat harga UNVR dengan PER (price earning ratio) 48 x, PBV (Price book value) 50 x apakah masih bisa dikatakan harga wajar?  Mahal jika acuan kita kondisi pasar modal saat ini.  Tapi  karena perusahaan ini bertumbuh terus, laba bersihnya terus naik, bahkan ROE (return on equity) 104%, maka harga tersebut bisa dibilang wajar.

Unilever adalah salah satu contoh dari wonderfull company, karena rata-rata perusahaan besar memiliki ROE 20% saja, sudah bagus, karena bisa balik modal dalam jangka waktu 5 tahun.  Tetapi UNVR ini punya ROE 104%!   Jadi walaupun harga 1 lembar sahamnya Rp 46,450, terlihat sangat mahal,  masih  bisa dibilang bagus, selain karena UNVR masuk dalam saham bluechip, juga kapitalisasi pasarnya yang besar dan kinerjanya juga sangat bagus.

Contoh di atas adalah cara melakukan analisis fundamental saham secara cepat, sehingga saat kita membeli emiten (saham) tidak hanya membeli saham di harga murah yang tertera di layar monitor, tetapi mesti melihat nilai intrinsik atau nilai yang sebenarnya dari emiten tersebut.   Nah, naik turunnya Rupiah mirip dengan saham,  bukan angka yang tertera dimonitor itu saja yang jadi patokan, tetapi harus dilihat bagaimana fundamentalnya.

Sumber Infografis. Detik Finance.
Sumber Infografis. Detik Finance.
Bagaimana sebenarnya fundamental ekonomi kita?

Kalau kita perhatikan bahwa sejak 2016 GDP kita menembus rekor USD932 miliar, inilah kali pertama GDP mencetak rekor tertinggi. Saat kita memasuki tahun 2016, beberapa komoditas mulai pulih, seperti batu bara, sehingga ekonomi makin melaju. Saat ini pemerintah juga melakukan pembangunan infrastruktur yang masif, sehingga diharapkan GDP akan makin meningkat. 

Bagaimana dengan cadangan devisa kita? per januari 2018, cadangan devisa kita mencapai 131,98 milyar dolar Amerika.   Angka ini sudah melampaui kebutuhan devisa kita untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI.  Cadangan devisa sebesar ini juga mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan ekonomi kedepan.

Pada sektor riil saat ini juga masyarakat relatif gampang untuk mencari kerja sejak era e-commerce, dimana banyak anak muda terjun ke dunia ini, kalaupun tidak berdagang mereka bisa masuk ke ojek online. Jadi sebenarnya tidak ada alasan lagi buat menganggur pada saat ini, karena relatif mudah menciptakan lapangan kerja.

Kita lihat bagaimana menjamurnya e-commerce, seperti Lazada, Tokopedia, sampai Gojek, Grab dll.  Ini merupakan salah satu tanda bahwa ekonomi kita bergairah.   Selanjutnya bagaimana dengan utang pemerintahan Presiden Jokowi yang kabarnya mencapai Rp 4 ribu triliun?

Jika kita merunut ke belakang, pemerintahan Jokowi ini mewarisi utang 2.608 triliun pada tahun 2014 dan bunganya Rp 200 an triliun per tahun dari pemerintah sebelumnya. Jadi dalam 5 tahun pemerintahannya presiden Jokowi mendapatkan warisan sekitar 3.400 triliun.

Jadi jika saat ini utang pemerintah tembus 4 ribu triliun, itu pun berupa utang investasi infrastruktur, artinya utang ini produktif, untuk kita panen di masa datang.

Ini bukan utang yang habis dibakar karena digunakan untuk subsidi BBM, seperti periode sebelumnya. Tetapi hutang yang produktif untuk masa depan.  Terkait dengan rasio utang kita juga masih relatif rendah karena masih 27% dari GDP, seperti yang diamanatkan APBN.

GDP rasio hutang Indonesia juga masuk terendah dari negara negara G 20, hanya kalah dari Rusia ( 12,6%). Yang terakhir bagaimana dengan pelemahan rupiah? Rupiah sempat menembus Rp 13.400, kemudian Rp 13.700 dan menembus Rp 14 ribu. Pelemahan Rupiah ini masih dianggap wajar, karena pergerakannya secara perlahan lahan.

Pelemahan Rupiah baru berbahaya jika turunnya secara drastis, misal tahun 2008, rupiah turun dari 9600 ke 12,000 atau saat tahun 2015 dari 11,000 ke 15,000.  Karena dalam jangka panjangpun,  Rupiah akan selalu melemah terhadap dolar.  Tentunya sangat berbeda jika dikaitkan dengan kondisi krisis moneter 1998, dimana instrumen ekonomi amburadul, dan kita belum memiliki lembaga independen yang membentengi moneter, seperti BI dan OJK seperti saat ini.

Sepanjang penurunan hanya berkisar 1-2% ini masih merupakan fluktuasi yang normal. Pelemahan Rupiah ini  lebih disebabkan oleh faktor eksternal, kenaikan suku bunga bank sentral di Amerika, banyak orang asing yang menjual saham di pasar modal. 

Satu bukti yang tidak bisa dibantah, Indonesia masuk dalam "Trillion Dollar Club" sejak tahun 2017.  Artinya Indonesia termasuk dalam 16 negara yang memiliki PDB diatas  USD 1 trilliun.  Karena sejak tahun 2017 PDB Indonesia sebesar Rp 13.588 Trilliun, dan akan terus bertambah ! Dan berdasarkan paritas daya beli/PPP  Indonesia menduduki peringkat 7.  Dengan cadangan devisa yang begitu besar ini, tentunya hanya fitnah tak beralasan yang mengatakan ekonomi kita kolap, diambang kehancuran.  Justru kita sedang menuju negara maju dengan optimisme tinggi.

Melihat instrumen ekonomi diatas menunjukkan bahwa kondisi fundamental ekonomi kita saat ini sangat bagus, cadangan devisa tinggi, tingkat inflasi rendah, GDP rasio hutang rendah.  Koreksi yang terjadi, lebih pada faktor eksternal, yang pada akhirnya akan kembali normal lagi.

Sama seperti koreksi yang terjadi pada pasar modal, di mana IHSG merosot sampai 5801, hal ini wajar mengingat IHSG sudah mencapai puncaknya beberapa bulan yang lalu, sehingga perlu cooling down.

dr Agung Budisatria, M.M.

Master of Management

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun