"Menjaga orisinalitas bukan tentang menemukan ide baru, tapi tentang menyuarakan kejujuran dalam setiap kata yang kita pilih."
Parafrasa: Jalan Pintas atau Jurang Etika?
"Benarkah parafrasa itu plagiarisme terselubung?"
Pertanyaan ini mungkin terdengar sederhana. Namun semakin saya renungkan, semakin terasa tajam dan menggugah nurani kepenulisan. Apakah sekadar mengganti kata berarti mencuri makna? Apakah menyusun ulang kalimat orang lain tanpa menyebut sumber bisa dibenarkan atas nama kreativitas?
Jangan-jangan, sadar atau tidak kita ini pernah melakukan parafrasa yang menyesatkan: tampak orisinal, padahal hanya ganti baju dari pikiran orang lain.
Tulisan ini bukan untuk menghakimi, melainkan mengajak merenung. Mari kita bedah bersama secara jernih, adil, dan proporsional: kapan parafrasa menjadi sah, dan kapan ia berubah wujud menjadi plagiarisme terselubung yang merusak integritas penulis.
Kapan Parafrasa BUKAN Plagiarisme?
Pertama, jika disertai atribusi atau sitasi sumber yang jelas.
Sebagai contoh, kita sampaikan sumbernya, "Menurut Harari (2018), manusia menciptakan makna melalui narasi, bukan hanya fakta." Ini penting disampaikan, karena kita mengutip pendapat orang lain, dan mengakui pendapatnya sebagaimana adanya. Artinya disini, penulis mengubah redaksi (parafrasa), namun tetap menyebut sumber.
Atribusi atau Sitasi Sumber adalah syarat minimum agar tidak dikategorikan sebagai plagiarisme. Tanpa ini, meskipun Anda parafrasa dengan pemahaman mendalam, tetap terindikasi plagiarisme karena tidak memberi kredit pada sumber asli.
Kedua, jika dilakukan dengan pemahaman orisinal, bukan sekadar mengganti kata
Artinya penulis memahami, merefleksi, lalu menuliskan ulang dengan sudut pandang dan gaya sendiri.
Pemahaman orisinal dan gaya dendiri ini sangat penting. Mengapa? Karena Ini menunjukkan nilai intelektual dan integritas penulis. Kalau hanya mengganti kata sih, apalagi tanpa sitasi, maka itu tetap masuk plagiarisme teknis. Lain lagi, bila sang penulis memahami lalu mengungkapkan ulang dengan gaya khas kareternya sendiri. Itulah karya orisinal berbasis referensi.
Ketiga, jika digunakan untuk memperjelas konsep atau menjembatani ide dalam tulisan. Dalam dunia akademik dan jurnalistik khususnya, parafrasa diperlukan selama tidak menyalin struktur dan urutan argumen secara membabi buta.