Tiga faktor penting diatas idealnya saling melengkapi, jadi bukan sekadar opsional atau berdiri sendiri-sendiri.
Namun, dalam praktiknya, tingkat kebutuhan terhadap masing-masing faktor bisa berbeda tergantung konteksnya. Untuk akademik, jurnalistik, esai populer, atau tulisan reflektif di blog jelas akan berbeda satu dengan yang lain.
Kapan Parafrasa MENJADI Plagiarisme Terselubung?
Pertama, jika si penulis hanya mengganti sinonim atau struktur kalimat tanpa menyebut sumber. Inilah yang biasa dikenal sebagai plagiarisme gaya paraphrase. Kesannya sih selintas "aman", tapi secara etika tetap mencuri gagasan orang lain.
Kedua, jika isi, argumen, dan urutannya identik dengan karya asli, hanya beda redaksi. Karenanya, meski bahasanya berbeda, substansinya tetap menjiplak plek-bleg. Boleh dibilang, modus seperti ini adalah bentuk plagiarisme intelektual dangkal.
Ketiga, jika dilakukan dengan niat untuk menghindari deteksi plagiarisme otomatis. Bagi saya pribadi, ini praktik yang tidak etis dan melanggar integritas akademik atau kepenulisan.
Kabar gembiranya, sekarang ini sudah tersedia banyak alat pendeteksi plagiarisme yang dapat digunakan. Ada yang gratis, ada juga yang berbayar. Tentu dengan kelebihan dan fitur yang bervariasi. Pilihan akhir tentunya diserahkan kembali ke user. Ya, tergantung kebutuhan, seperti tingkat akurasi, jumlah kata yang diperiksa, atau kemudahan penggunaan.
Ini sejumlah alat atau tools pendeteksi plagiarisme yang banyak digunakan dan terpercaya: Copyscape, Duplichecker, Grammarly, Papers Owl, Paraphraser.io, Plagiarism Checker & Detector (Aplikasi Mobile), Plagiarism Detector, Plagscan, Prepostseo, ProWritingAid, Quetext, SmallSEOTools, Turnitin, dan Unicheck.
Jadi, ada banyak alat pendeteksi plagiarisme yang dapat digunakan baik secara gratis maupun berbayar. Tentu, dengan kelebihan dan fitur yang bervariasi. Soal pilihan, itu tergantung kebutuhan, seperti tingkat akurasi, jumlah kata yang diperiksa, atau kemudahan penggunaan.
Intinya, Parafrasa Itu Soal Niat
Parafrasa bukan semata soal keterampilan mengganti kata, melainkan cerminan dari niat yang jujur dalam menghargai gagasan orang lain. Niat itu harus diwujudkan secara nyata. Yaitu dengan menyebut sumber secara layak, menulis ulang dengan pemahaman pribadi yang utuh, dan tidak menyalin pola pikir penulis aslinya.
Pada akhirnya, parafrasa adalah praktik yang sah, bahkan penting dalam proses menulis. Dengan syarat, selama dilakukan secara jujur, reflektif, dan disertai atribusi yang jelas.
Namun, jika parafrasa digunakan sebagai kedok untuk menyamarkan penjiplakan dan menyelundupkan ide orang lain, ini jelas salah. Karena si penulis melakukannya seolah itu milik dirinya sendiri. Bila ini yang benar-benar terjadi, maka itulah bentuk plagiarisme terselubung yang mencederai integritas kepenulisan. Karena... parafrasa tanpa kejujuran adalah plagiarisme dalam penyamaran.