Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Transformative Human Development Coach | Penulis 4 Buku

Agung MSG – 🌱 Transformative Human Development Coach ✨ Mendampingi profesional bertumbuh lewat self-leadership, komunikasi, dan menulis untuk reputasi. 📚 Penulis 4 buku dan 1.400+ artikel inspiratif di Kompasiana. 💡 Penggagas HAI Edumain – filosofi belajar dan berkarya dengan hati, akal, dan ilmu. 📧 agungmsg@gmail.com | 🔗 bit.ly/blogagungmsg | 📱 @agungmsg 🔖 #TransformativeCoach #LeadershipWriting #GrowWithAgung “Menulis bukan sekadar merangkai kata, tapi merawat jiwa dan meninggalkan jejak makna.”

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ayah, Pejuang dalam Diam dan Pahlawan Tanpa Tepuk Tangan

3 Juli 2025   08:30 Diperbarui: 3 Juli 2025   08:30 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ayah adalah pejuang dalam harapan yang tak pernah padam.|Foto: AFM

Ia tidak mengenakan jubah, tidak pula berdiri di atas panggung. Namun setiap langkahnya adalah jejak perjuangan, dan setiap diamnya adalah zikir yang dalam.

Di tengah gemuruh dunia yang menyanjung para tokoh besar, ada satu sosok yang sering luput dari tepuk tangan: ayah.

Ia bukan penceramah hebat, bukan pula pembicara yang fasih menggetarkan aula. Tapi ia berbicara lewat tindakan, berdoa dalam diam, dan mencintai tanpa banyak kata.

Pejuang yang Tak Pernah Pulang dengan Cerita

Ayah pulang malam bukan karena ingin menghindar dari rumah, tapi karena ia ingin memastikan rumah itu tetap ada. Tetap berdiri, dan cukup hangat untuk anak-anaknya tumbuh.

Ia tidak pernah menceritakan betapa letihnya berjalan. Betapa sempitnya napas saat menghadapi tekanan hidup dan kebutuhan. Atau betapa hancurnya hati saat merasa gagal menjadi pelindung keluarga.

Baginya, diam adalah bentuk paling jantan dari kesabaran. Di balik diamnya ayah, ada harapan yang tak pernah padam. Dan keringatnya, adalah bahasa cinta yang paling jujur.

Pahlawan yang Tak Butuh Sorotan

Ayah tak meminta dikenang, tapi setiap lelahnya telah mengukir masa depan anak-anaknya dengan cinta yang tak bersuara.

Ya, sungguh ayah tak pernah meminta dikenang, apalagi dihormati dengan bunga atau lencana. Cukuplah baginya melihat anaknya bisa sekolah. Juga melihat istrinya tersenyum karena dapur tak lagi kosong. Ia hanya ingin memastikan, masa depan bisa lebih baik dari yang ia miliki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun