Ia tidak berharap dilukis dalam buku sejarah. Tapi, ia mencatat sejarah kecil yang agung dalam kehidupan anak-anaknya.
Di balik tubuhnya yang mulai rapuh, ada jiwa yang tetap teguh. Di balik diamnya yang panjang, ada harapan yang tak pernah padam. Ia berjalan tanpa sorotan, bekerja tanpa keluhan, dan mencintai tanpa suara - itulah cara ayah menunjukkan kekuatan sejatinya.
Doa yang Tak Pernah Terdengar
Saat malam tiba dan semua tertidur, ayah tidak tidur seperti biasanya. Sejadah panjang ia bentangkan. Ia membuka tangannya yang mulai keriput, dan mengangkatnya dalam sunyi malam sambil berbisik lirih:
"Ya Allah, aku tak tahu harus memulai dari mana. Tapi jagalah anak-anakku, cukupkan kebutuhan mereka, dan kuatkan aku sampai mereka mampu berdiri sendiri."
Tak ada yang tahu bahwa air matanya pernah jatuh. Tak ada yang sadar bahwa raut wajahnya yang tegar itu menyimpan seribu kecemasan yang disembunyikan dengan canggung. Di hadapan, ia tegar tersenyum. Rahangnya yang kuat, tajam menatap.
Terima Kasih, Ayah...
Mungkin kita terlalu sering mengucap "I love you" kepada ibu, dan lupa bahwa ayah pun haus diingat.
Mungkin kita terlalu fokus pada peran yang terlihat, dan lupa bahwa fondasi rumah tangga juga berdiri atas doa-doa diam seorang ayah.
Hari ini, mari kita duduk sejenak, bukan untuk mengenangnya setelah tiada, tapi untuk menyadari: ayah adalah pejuang dalam diam - pahlawan yang tak pernah minta panggung dan tepuk tangan. Cintanya pada keluarga yang tersenyum bahagia dalam rida-Nya, adalah obsesi dalam hidup dan doanya.
Jika surga ada di telapak kaki ibu,
maka pilar-pilarnya dibangun dari lelah dan ikhlas seorang ayah.