Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Kompasianer

Kompasianer of The Year 2019 | Part of Commate KCI '22 - Now | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Saat Anak Enggan Diajak Ayahnya Pergi

9 Oktober 2025   14:04 Diperbarui: 9 Oktober 2025   14:35 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semasa anak-anak masih kecil, saya kerap mengajak mereka pergi. Dengan istri dan dua anak (masih kecil), kami keliling naik motor kalau senggang. Mbarep duduk di depan saya nyetir, adiknya duduk di tengah si ibu di belakang.

Kadang kami mampir membeli makanan, di warung kopi yang murah meriah. Kadang datang ke satu acara, berempat lengkap dengan pakaian rapi. Kami sangat menikmati kebersamaan, tak jarang anak-anak menagih jalan-jalan. Saya dan istri menuruti, ingin menyenangkan.

Anak lanang mbarep, paling lengket dengan ayahnya. Ibarat kata, kapanpun saya pergi dijabani ikut serta. Pernah sehabis isya sedang hujan deras, anak memaksa ikut ke Lebak Bulus. Ibunya susah payah membujuk, akhirnya anak mau ditinggal di rumah.

Termasuk dengan anak cewek, saya juga menikmati kedekatan. Paling suka diajak kulineran, apalagi yang menjual menu-menu kekinian. Meskipun kedekatannya berbeda, tidak selalu ngintili ayah lebih memilih ibunya.

Sekira masuk kelas 4 SD (umur 9-10 tahun), jagoan mulai punya dunia sendiri. Setiap weekend  main bola, berkumpul dengan teman-teman seusia di sekitaran rumah. Kalau sore naik sepeda, keliling sampai kampung sebelah.

Anak wedok demikian juga, mulai enggan diajak ayahnya meski hari libur. Memilih main ke rumah teman, atau gantian teman yang ke rumah.  Ajakan ayah ibunya dikesampingkan, tidak terlalu menarik perhatian.

Kalaupun dipaksa pergi bareng, motor sudah tidak cukup. Mbarep bertambah besar, kakinya ditekuk sedemikian rupa. Adiknya demikian juga, memberi sedikit jok motor untuk ibunya. Sejak saat itu kami memakai dua motor, saya dengan mbarep ibunya dengan si kecil.

Sekarang anak-anak sudah besar, saya dan istri sering berdua-an saja. Di rumah berdua pergi berdua, seperti awal pernikahan sebelum anak-anak lahir. Kami bersyukur, melewatkan masa kecil anak-anak dengan baik.

Meski masa itu tak bisa diulang, tetapi memori kebersamaan tak akan hilang. Saya sangat sadar, akan tiba saat anak enggan diajak pergi ayahnya.

---- ---- ---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun