Upah diterima langsung disisihkan untuk bayar kost, sisanya dibagi 30 hari. Â Ongkos makan dan bus ke tempat bekerja, tidak boleh melebihi jatah ditetapkan. Agar uang cukup untuk sebulan, saya punya strategi lumayan jitu.
Selain rajin puasa senin kamis, juga aktif di kegiatan di masjid. Lumayan bisa makan snack, pulang ke kost-an membawa nasi kotak. Dan setelah masuk kuliah, saya aktif di acara-acara kampus untuk dapat makan.
Saya tidak ingin punya utang, maka uang yang ada musti dicukup-cukupkan. Sampai akhirnya saya lulus kuliah, tanpa merepoti orangtua.
Setelah menikah beranak pinak, pengaturan keuangan semasa bujang tetap diteruskan. Setiap mendapat rejeki lebih, ditabung untuk sekolah anak-anak. Selain deposito, istri menyimpan dalam bentuk perhiasan.
Tetapi takdir jalan kehidupan, benar- benar di luar kendali manusia. Masa pandemi covid- 19, meluluh lantakkan perencanaan keuangan. Mula- mula istri sempat sakit, tak lama setelah sembuh ganti anak lanang. Selepas pandemi mereda, ganti saya yang jatuh sakit.
MasyaAlloh, perjalanan hidup yang luar biasa. Saya dan istri tidak menyangka, disampaikan pada part hidup tertaih- tatih. Dan yang lebih tidak menyangka, kami bisa melewati itu semua.
Merasa ditempa kerasnya kehidupan, kami meyadari bertapa lemahnya manusia. Semakin disadarkan, bahwa hidup dikatakan dewasa, ketika sampai di tahap "Ya sudahlah."
Hidup Dikatakan Dewasa Ketika Sampai di Tahap "Ya Sudahlah"
Masa terpuruk, adalah masa yang di luar pikiran kami. Mengingat kami hemat dan cermat, bukan tipe orang suka berfoya- foya. Semua sikap dan keputusan itu, berangkat dari pengalaman masa kecil.
Belajar dari kisah bapak dan ibu, saya tidak ingin kerepotan biaya sekolah anak-anak. Kami menabung, bahkan dari anak-anak masih usia balita. Dan masa pandemi tiba, management keuangan tak berlaku seketika. Â