Kompasianer yang sudah menikah, saya yakin sepakat kalimat pernikahan itu berat. Saya pribadi mengamini, menikah butuh pengorbanan tak terbatas. Berani menikah, berarti siap menentang ego dalam keadaan sadar dan sukarela. Orang yang menikah, siap mengalah banyak kesenangan sendiri.
Maka kalau ada suami istri bertahan, setia satu pasangan sampai maut memisahkan. Untuk alasan apapun, entah demi anak- anak atau menjaga kehormatan. Pantaslah kiranya, dimasukan golongan manusia tangguh.
Dan ketidakenakan-ketidakenakan pernikahan, saya meng-iya-kan. Suami dan atau istri, yang rela dan tabah menjalani itu semua. Tak berlebihan, sekiranya dikategorikan orang- orang hebat.
Kehebatan pernikahan sangat unik, terbebas dari parameter berlaku umum. Mereka yang hebat di pernikahan, tak musti intelek berpendidikan tinggi. Tidak dipengaruhi paras molek, pun tubuh ideal. Tidak ada hubungannya, dengan strata sosial seseorang.
Siapapun tanpa pandang bulu, bisa diangkat derajad oleh sebab pernikahan. Siapapun tak peduli latar belakang, bisa dihebatkan karena pernikahan.
Adalah yang dengan rela dan teguh, menjaga janji sakral saat ijab. Mereka yang memegang erat komitmen, setia mengemban tanggung jawab pernikahan. Orang-orang yang dihebatkan oleh pernikahan, tak mudah mengeluh atas tugas yang semestinya diemban.
Yaitu istri yang patuh suami, menjaga anak-anak menggawangi rumah. Yaitu suami yang memuliakan istri, bersedia mengupayakan apapun untuk keluarga.
Suami istri yang sangat menyakini, menikah bisa menjadi jalan penghambaan. Pasangan suami istri yang memahami, pernikahan itu berat karena setara separuh agama.
-----
Anas meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang laki-laki menikah, maka ia telah menunaikan separuh agamanya, maka biarlah dia bertakwa kepada Allah mengenai separuh sisanya," Baihaqi diriwayatkan dalam Shu'ab al-iman.
Dulu saya dibuat penasaran, sabda kanjeng Nabi SAW yang menyetarakan menikah dengan separuh agama. Seiring berjalannya waktu, saya dapati jawaban dari sebuah kajian.