Kompasianer, percaya dengan saya. Kalau sekarang sedang gemuk, kemudian merasa kondisi tubuh baik- baik saja. Sebaiknya jangan merasa aman, geming mengonsumsi aneka makanan dan malas gerak.
Bahwa dampak kegemukan tidak tiba dengan cepat, tetapi perlahan dan akan dirasakan di hari kemudian. Bahwa dengan timbunan lemak yang berlebihan, membuat kinerja organ tidak maksimal. Dan Ibarat bom waktu, bisa meledak di waktu yang tidak diperkirakan.
Seperti pengalaman pribadi, saat badan sedang gemuk- gemuknya. Saya merasa badan ini baik- baik saja, bahkan sama sekali tidak ada keluhan ini dan itu.
Saya benar- benar dibuat terlena, mempertahankan pola makan terbentuk selama ini. Gaya hidup dijalani seperti biasa, cenderung mager dan tidak pernah olahraga. Tak ada niatan berubah, meski BB sudah mendekati satu kuintal.
"Nggak apa- apa gemuk, yang penting sehat,", adalah kalimat yang sangat menentramkan. Saya merasa sangat terwakili kalimat tersebut, semakin didukung dan diberi ruang.
Kalau memutar ulang kejadian saat itu, saya merasakan betapa egoisnya diri ini. Demi membela dan membenarkan kebiasaan tidak baik, tidak mau pikir panjang akibatnya. Yang penting kenyang, bisa mengonsumsi asupan sesuka hati.
--- ----
Adalah sakit dirasakan sekujur tubuh, menjadi puncak dari keegoisan itu. Setelah dibawa ke klinik dan diperiksa, sedang ada potensi pelemakan hati.
Sungguh saya dibuat ngeri, membayangkan organ penting di tubuh tidak bisa maksimal bekerja. Akibat memuaskan kemauan diri, akibat mempertahankan kebiasaan tidak sehat. Saya merasa dhzolim pada diri sendiri, telah menjerumuskan pada keadaan yang merugikan.
Kegemukan yang dipertahankan, sangat bisa mempengaruhi produktifitas. Kepala kerap pusing, gampang keringatan, tidak kuat diajak berjalan lama dan jauh apalagi lari. Saya dulu punya jadwal kerokan, biasanya dua minggu sekali.