Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Kompasianer

Kompasianer of The Year 2019 | Part of Commate KCI '22 - Now | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kisahku Berbagi Berkah Ramadan Saat Kantong Kering

17 Maret 2025   13:16 Diperbarui: 17 Maret 2025   13:16 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagi nasi kotak untuk berbuka di Pondok Tahfidz di Tangsel - dokpri 

Kompasianer, selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga puasanya lancar, tuntas dan meraih kemenangan-- aamiin. Setiap kita, sangat bisa berbagi berkah Ramadan. Salah satunya melalui tulisan di Kompasiana, tulisan yang inspiratif.

Yes, karena berbagi tidak harus dengan uang. Soal berbagi tidak harus dengan uang, saya pernah mengalami sendiri beberapa tahun lalu.

Setelah menguatkan niat dan tentu saja usaha, sekira 60 kotak dari Resto sea food terdistribusi.  Waktu itu berbagi buka puasa, untuk adik adik penghafal Quran di Rumah Tahfidz di Tangerang Selatan.

Rona bahagia di wajah anak-anak, sungguh tidak bisa disembunyikan. Mereka adalah anak anak yatim piatu dhuafa, mengaku baru kali pertama bersantap menu sea food.

Yang membuat saya terharu, ada anak sering lewat restoran tersebut di sebuah mall terkenal. Tetapi apa daya, tidak punya uang cukup untuk membeli. Sembari menyimpan harap, anak ini ingin bisa menyantap menu seafood suatu saat.

Alhamdulillah, -- meski tidak kenal anak ini-- saya menjadi wasilah (jalan). Mewujudkan keinginan santri, bersantap menu yang selama ini hanya dilihat gambarnya.

Uniknya, saat itu saya benar-benar sedang ngirit- ngiritnya. Bahwa kondisi keuangan sedang prihatin, tetapi di satu sisi ada keinginan memanfaatkan moment Ramadan.

Sejak saat itu saya meyakini, bahwa niat baik yang kuat ternyata bisa menumbuhkan keajaiban. Saya bisa berbagi berkah Ramadan, saat kantong sedang kering.

------

Suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW mengingatkan sahabat, jangan membiarkan satu hari berlalu tanpa sedekah. Seorang sahabat merasa tidak memiliki harta disedekahkan, bertanya, "Bagi orang seperti kami bagaimana bisa bersedekah, wahai Rasulullah?"

Nabi SAW menjelaskan (lebih kurang), "Sesungguhnya pintu kebajikan itu banyak. Mengucapkan tasbih, tahmid, takbir, tahlil dengan khidmat dan khusyu adalah sedekah. Mengajak orang kepada kebaikan dan melarang yang mungkar merupakan sedekah. Menyingkirkan batu di jalan agar orang mudah lewat, menuntun orang buta adalah sedekah, ....... dan seterusnya...... Bahkan senyummu ketika berhadapan dengan saudaramu, juga merupakan sedekah." ( H.R. Bukhari dan Muslim).

Seketika, Hadist ini sangat menyemangati saya. Saya tercerahkan, betapa luasnya cabang sedekah. Sang Khaliq memberi kesempatan manusia, tetap bisa bersedekah di kondisi apapun. Berbuat baik sebisanya semampunya, karena tidak harus dengan uang.

Setiap orang dibekali dengan keahlian, yang bisa dijadikan jalan untuk bersedekah. Di beberapa tempat saya temui, orang-orang berbagi sesuai kemampuan.

Ada tukang cukur di kampung tak jauh dari rumah, menggratiskan jasa potong rambut pada sepuluh konsumen pertama di hari jumat. Ada penjual bakmi ayam tak jauh dari Pesantren, menggratiskan satu mangkok untuk santri dengan syarat setor hapalan quran.

So, sangat bisa guru bersedekah, dengan mengajar siswa tak mampu tanpa bayaran. Ada penjual roti bantal dekat rumah, mengirim roti yang tidak habis ke rumah yatim.

Kita Kompasianer, sangat bisa bersedekah melalui kebiasaan menulis. Atau memanfaatkan aktivitas medsos, berkreasi memosting konten menarik dan inspiratif.

Karena apapun yang bermanfaat dan dibagikan, esensinya adalah sedekah. Dan di bulan Ramadan, pahala sedekah dilipat gandakan.

Kisahku Berbagi Berkah Ramadan Saat Kantong Kering

Serah terima nasi kotak sea food - dokpri
Serah terima nasi kotak sea food - dokpri

Jujurly, membaca tantangan Ramadan Bercerita di Kompasiana hari 15. Saya langsung ingat pengalaman puasa, di masa pandemi covid- 19.

Ramadan tahun 2020 sampai Ramadan 2022, adalah masa-masa berpuasa anti mainstream. Sebagian besar kita dibatasi berkegiatan di luar rumah, pendapatan berkurang sangat drastis. Banyak pekerjaan dicancel sepihak, banyak juga perusahaan gulung tikar.

Seumur-umur saya baru merasakan, ditolak sholat jumat di masjid. Karena masjid ditutup, dan tidak menyelenggarakan sholat jumat. Sholat fardhu yang lima waktu, taraweh, sampai Idul Fitri dikerjakan di rumah.

Saya pernah melewati satu masjid, teras dan kacanya sampai kotor berdebu tebal. Saking jarang dibersihkan, saking tidak ada jamaah yang datang.

Yang membuat semakin sedih, mudik lebaran saat itu ditiadakan. Jalan tol dibatasi dijaga ketat, hanya truk tertentu boleh melintas. Tidak ada war tiket mudik, daya beli masyarakat juga sedang menurun.

Kami lebaran secara online melalui video call, sungkem pada ibu melalui layar handphone. Kepada sanak kerabat, bersilaturahmi melalui pesan di aplikasi percakapan.

-----

Bersujud di masjid- dokpri 
Bersujud di masjid- dokpri 

Ramadan tetaplah bulan penuh kemuliaan, meski dunia sedang tidak baik-baik saja. Puasa dan segala amalan musti tetap dikerjakan, meski kegiatan dibatasi sedemikian rupa.

Di dada ini tak ingin melewatkan, bulan mulia hilang begitu saja. Saya memutar otak mencari cara, mengais peluang yang ada di depan mata. Meskipun saya mengakui, kondisi kami benar-benar sedang  berhemat.

Tabungan sempat terkuras, merawat istri sedang sakit. Sakit di masa pandemi, was-was nya benar-benar menguasai pikiran. Dokter menyarankan dirawat di rumah, ketika itu rumah sakit over pasien.

Niat berbagi yang kuat, tanpa sengaja terbuka-kan jalan. Ketika scrolling instagram, saya membaca giveaway diadakan akun resto sea food ternama.

Peserta diminta membuat postingan di medsos, tentang sharing pengalaman soal berbagi di bulan Ramadan, Hadiahnya paket berbuka puasa, sejumlah porsi yang diajukan. Hati ini berbinar-binar, niat berbagi di bulan Ramadan terbuka-kan jalan.

Saat itu saya menggawangi komunitas di Tangsel, membagikan cerita kegiatan berbagi ke beberapa panti. Saya buat kisah sedemikian rupa, dipoles sana sini agar menarik yang membaca caption. Di tambahkan gambar pendukung, diposting dan berdoa menjadi pemenang.

Serah terima nasi kotak berbuka- dokpri 
Serah terima nasi kotak berbuka- dokpri 

Saya yakin, Kompasianer bisa menebak hasil akhirnya. Ya, saya memenangi giveaway dan berhak mendapatkan paket berbuka. Saya langsung koordinasi dengan pengurus Pondok Tahfidz, menanyakan jumlah santri yang ada.

Hari yang dinanti tiba, saya datang lebih dulu sebelum paket berbuka tiba. Setengah jam sebelum adzan maghrib, mobil box yang ditunggu muncul juga. Membagikan ke anak-anak nasi box itu, senyum membuncah dari bibir anak-anak penghafal Quran.

Ya, saya tetap bisa berbagi, meski sedang prihatin. Terima kasih Kompasiana, telah membukakan ruang yang luar biasa. Menuliskan kisah berbagi berkah Ramadan saat kantong kering.

Semoga bermanfaat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun