Berkomunitas, adalah bukti manusia makhluk sosial. Berkomunitas bukti, bahwa sepintar apapun manusia (tetap) tidak bisa hidup sendiri. Setiap orang membutuhkan orang lain, untuk berinteraksi, tukar pendapat, menjalin kerjasama untuk mewujudkan apa yang ada di pikiran.
Tetapi bahwa menjalani komunitas ada lika-liku, itulah tantangan yang musti dihadapi dan diurai. Menjalani komunitas memang tak selalu mulus, mengingat banyak isi kepala yang bercokol di dalamnya.Â
Bukan tak mungkin sesekali muncul percikan ego, sehingga memungkinkan terjadinya gesekan dan seteru yang seru. Â
Setiap orang lahir dengan kecenderungannya, memiliki keinginan untuk berkumpul, berserikat, berkreasi sesuai hobi atau ketertarikan. Orang dengan kegemaran semisal, biasanya akan merapat. Menjalin kerjasama, merencanakan kegiatan untuk dilakukan bersama.
Tetapi bahwa berkomunitas ada lika-likunya, yang demikian semestinya menguatkan tekad. Seharusny lika-liku komunitas, bisa memantik semangat dan kreatifitas.
------
Berkomunitas, bukan hal baru bagi saya. Semasa berseragam biru putih, guru menunjuk saya duduk di kursi pengurus OSIS. Menjadi pengurus OSIS, cukup diingini banyak murid kala itu. Membuka kesempatan, terlibat dan dilibatkan di banyak kegiatan.
Kemudian saat seragam abu-abu putih, selain menjadi pengurus OSIS saya juga ikut di ekstra kulikuler. Sempat mewakili sekolah, dikirim maju lomba terkait kesenian. Selepas sekolah menengah atas, di dunia kampus saya ikut bergabung di kepengurusan senat.Â
Berkomunitas, membuka pintu pengalaman baru. Membuka ruang, menjalin pertemanan dengan banyak pihak.Â
Tetapi di manapun komunitas, hal seragam jamak terjadi dan dialami. Yaitu ada yang aktif ada yang tidak, ada anggota yang rajin ada yang malas. Seleksi alam terjadi, akan menentukan keberlangsungan komunitas.
