Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seberat Apa Beban Disandang Nyatanya Kita Bisa Bertahan

4 Oktober 2021   17:00 Diperbarui: 4 Oktober 2021   17:04 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanpa terasa tahun ini,  kita sudah memasuki tri semester terakhir.

Saya yakin banyak kejadian dilalui, memberi aneka pengalaman baru tak terperi.

Lazimnya hukum semesta berlaku, bahwa setiap manusia niscaya mendapat hikmah (bahkan) untuk sekecil kejadian yang dialami.  

Dari hikmah demi hikmah ini pula, akan memroses manusia menjadi pribadi lebih bijak dalam menyikapi dan menjalani kehidupan.

Suka dan nestapa, penerimaan dan penolakan, kesenangan berganti kekecewaan adalah bagian dari kehidupan yang dipergilirkan.

Masing -- masing orang meniti jatahnya sendiri-sendiri, hingga saat kepulangan itu tiba. 

Pun dua tahun belakangan, kita semua merasakan dampak pandemi.

Ada masa air mata mengalir dengan deras, berbaur dengan emosi yang serasa diaduk-aduk.

Sakit akibat terpapar virus terjadi di mana-mana, baik daerah pelosok, di desa maupun kota.

Tenaga kesehatan sampai kewalahan, fasilitas kesehatan terpaksa menolak pasien karena kelebihan kapasitas.

Kemudian sebagian nama kerabat, sahabat, kawan, kenalan, akhirnya tinggal kenangan.

Tak pandang usia tua atau muda, berpunya atau miskin papa, seperti menunggu giliran itu datang.

Kabar kehilangan merebak di time line medsos saban hari, kabar semisal menyusul dibagikan di group chatting atau komunitas.

Belum lagi dari pengeras di Masjid, pengumuman duka tersiar tak kenal waktu.

Masa-masa berat itu, disertai langit mendung dan bencana alam terjadi di beberapa tempat.

Ada teman yang rumahnya terkena longsor, ada yang kediamannya kebanjiran.

Ibarat susul menyusul ujian menerpa, tidak ada pilihan kecuali pasrah dan berserah.

Bahwa alam sedang bekerja sesuai Sunatullah, bahwa alam sedang mengantarkan pelajaran bagi kaum berpikir.

-------

dokpri
dokpri

Saya masih mengingat dengan jelas, kejadian di bulan ketiga di tahun 2020.

Ketika pulang larut meeting dengan partner kerja, membicarakan kegiatan ngeblog hendak dihelat di bilangan Jakarta Timur.

Keesokan hari membuka membuka gadget saya mendapat kabar, bahwa kegiatan mendadak diundur dalam waktu belum ditentukan.

Berikutnya kabar serupa beruntututan saya terima, pembatalan beberapa acara yang sudah saya jadwalkan dan sepakati.

Sekolah anak tiba-tiba diumumkan diliburkan, menyusul anak yang di pondok juga dipulangkan.

Kemudian mulai dikenalkan istilah SFH (study from home), setelah sebelumnya mendengar istilah work form home (WFH).

Hari berhalan berganti minggu, kemudian minggu meniti ke bulan, dan tak terasa tiba di pergantian tahun berikutnya.

Di tahun yang baru masih mengantar kisah pilu, melanjutkan nestapa yang rasanya belum sampai penghujung.

Saya sendiri sempat merasakan berada di titik tidak berdaya, mengantarakan pada sikap pasrah sepenuhnya.

Merasa diri ini bukan siapa-siapa, tidak punya kuasa bahkan pada diri sendiri meskipun setitik debu.

Dua tahun berjalan dengan segala duka  dan sukanya, mengantarkan hikmah tak terbilang kata bagi saya dan keluarga.

Hikmah yang (tak dipungkiri) membentuk penyikapan baru, untuk keriaan atau kepedihan datang dan pergi.

Seberat Apa Beban Disandang Nyatanya Kita Bisa Bertahan

Nyaris dua tahun masa suram itu berlangsung, buktinya kita masih bisa berdiri tegak.

Memang tubuh ini penuh dengan luka, tetapi jiwa bertahan itu masih memihak.

Saya tersadarkan, betapa setiap kita ditakdirkan sebagai petarung yang tangguh.

Senestapa dan sepedih apapun kejadian, dijalani dengan berusaha untuk tetap bertahan.

dokpri
dokpri

Tidak sedikit diantara kita terkoyak, roda perekonomian carut marut akibat kehilangan pekerjaan.

Tertatih menjalani hari ke hari, akibat hanyut dalam situasi yang tidak pasti.

Tetapi nyatanya kita masih bertahan, masih bernafas, masih tersenyum, masih bernyanyi, masih menggantang harap.

Ya, kita manusia ditakdirkan sebagai makhluk adaptif, memiliki jiwa survival yang pentium.

Maka sungguh sempurna kasih penciptaan-MU ya Rabb.

Seberat apa beban disandang, nyatanya kita bisa betahan.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun