Padahal seluruh kerja atau kegiatan, Â seharusnya sebagai penyeimbang ritual ibadah yang wajib.Â
Artinya, prioritas tetap ibadah wajib tak boleh kalah dengan yang sampingan.
Sekarang kita akrab, dengan bekerja dan atau belajar dari rumah. Saya sering menerima undangan event virtual (IG Live, zoom, streaming), bisa hadir tanpa beranjak keluar rumah.
Tetapi kondisi sekarang ini, membuat semua menjadi tidak baik-baik saja.
Banyak saudara kita yang dirumahkan, mungkin kita sendiri termasuk di dalamnya. Beberapa perusahaan besar bangkrut, menutup ratusan gerai yang dipunyai.
Sementara kehidupan harus terus berjalan. Dengan atau tanpa pendapatan, para orangtua musti berjuang lebih keras lagi.
Berusaha semampu dia bisa, dan tak usah berhitung tentang pengorbanan.Â
Justru saat ini, mari kita merayakan perjuangan dan pengorbanan itu.
Semoga membuahkan yang baik, hasilnya bisa dipetik setelah berlalu masa paceklik.
Pengorbanan Itu Semestinya Diperjuangkan dan Dirayakan
Di masa pandemi, saya memanfaatkan waktu selepas subuh dengan belajar. Menyimak kajian atau obrolan inspiratif, narsum bisa ustadz atau tokoh publik. Tema saya minati adalah tentang peran keayahan, yang kalau digali seperti tak ada habisnya.
Lelaki yang dipanggil ayah, ibarat soko guru rumah tangga. Andilnya sangat stretegis dan krusial, menjadi sosok central pemegang tampuk kekuasaan di keluarga.