Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tiada Orangtua yang Sempurna [Review Buku "Membayar Utang Pengasuhan"]

12 Juli 2020   19:22 Diperbarui: 12 Juli 2020   19:21 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di tengah membaca buku "Membayar Utang Pengasuhan", karya  Dandi Birdy dan Diah mahmudah. Saya sempat dibuat jengkel, oleh sikap anak lanang.  Masalahnya (bisa dibilang) tidak sederhana, terjadi ketika si ayah dikejar waktu.

Siang itu ada jadwal google meet orangtua santri, dengan jajaran pengasuh Pesantren. Kepala Madarasah, memaparkan pelaksanaan rencana KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) pada tahun ajaran baru.

Saya mencoba bergabung (via laptop dan HP), melalui link yang dibagikan panitia melalui WA Group. Tetapi apa daya, ternyata ada tahap menunggu approval admin.

Dan ternyata admin (yang ustad dari Pondok), tidak tahu darimana musti meng-approval permintaan gabung dari beberapa wali santri.

Sementara dari HP si kakak, dengan mudahnya bisa bergabung dan terdengar Kepala Madarasah tengah menjelaskan teknis KBM.

Ketika saya bermaksud meminjam, ditolak anak lanang karena (alasannya) baterai mau habis dan si kakak hendak mandi. Sempat terjadi pedebatan kecil, berujung saya emosi dan memutuskan tidak ikut google meet siang itu.


------

"sebagai ayah dan ibu, adakah benih- benih indah yang sudah Anda tanam kepada anak-anak? Supaya suatu hari nanti ada buah buah indah yang akan kita tuai dab tidak meninggalkan utang pengasuhan kepada mereka." -- Buku Membayar Utang Pengasuhan -- halaman 49, karya  Dandi Birdy dan Diah mahmudah.

dokpri
dokpri
Sungguh, saya dibuat terhenyak dengan kalimat ini. Sebenar apapun posisi saya saat itu, niscaya tidak membawa dampak baik bagi saya pribadi.

Karena benih tidak indah (kemarahan) telah saya taburkan, dan tentunya kelak hasilnya akan dituai penanamnya (yaitu saya sendiri).

Setelah kemarahan siang itu, nyaris semalaman anak lanang tidak menegur si ayah. Sekecap kalimatpun, tidak ada yang keluar dan ditujukan buat saya ayahnya.

Atas sikap demikian, tiba-tiba tumbuh penyesalan di dada ini. Semula ego ini bertahan, bahwa posisi saya tidak salah. Tetapi di lain sisi ada suara lembut menyusup kalbu, bahwa tujuan baik akan menjadi tidak baik kalau caranya salah.

Ya, sampai pada kata kunci ini memberi pencerahan. Bahwa cara saya SALAH !!

Ketika saya sampai pada BAB 5, "Intisari Cara Membayar Utang Pengasuhan", terdapat sub bab "Program Membasuh Luka Pengasuhan".

Saya dihamparkan pemahaman baru, tentang cara memulihkan luka hati anak, "Luka Pengasuhan adalah wilayah hati, bukan wilayah logika. Luka hati dibasuh dengan hati yang penuh lembut dan kasih sayang".

Sungguh, belum selesai sub bab ini kelar membaca . Segera saya hampiri anak lanang, kemudian kedapatan tidur di kamar ibunya.

Maka saya berinisitif mengirim pesan WA (meki jujur ini musti melawan rasa gengsi), meminta maaf kepada anak lanang.

Mas sudah (sholat) duha?

Kalau papi ada salah, papi minta maaf ya mas

Duh, perasaan ini legaaa banget. Setelah ada tanda terkirim (contreng dua), meskipun belum berubah warna biru tanda sudah dibaca.

Maka ketika anak lanang bangun, saya (dengan beban perasaan lebih enteng) mengulang kalimat minta maaf dan mendapatkan permafaan.

Sebuah renungan : Ayah Bunda, percayalah fitrah seorang anak jiwanya ingin sekali membahagiakanmu namun ada saatnya di suatu masa pilihannya tidak sesuai dengan pilihanmu. Inilah ujian untuk anak dan untukmu. Ketika pilihannya berbeda denganmu apakah itu mengurangi kadar bahagiamu ?...... -- Buku Membayar Utang Pengasuhan- halaman 99.

dokpri
dokpri
-----

Kompasianer, kisah saya alami baru sekelumit kejadian yang bisa saja dialami banyak orangtua di luar sana. Dan sangat mungkin, para ayah atau bunda bersikukuh dengan egonya.

Tak peduli bagaimana reaksi anak, berharap anak tersebut menyadari kekeliruannya (dengan cara dimarahi orangtua).

Padahal sikap demikian 9menurut saya) kuranglah tepat, akan menggoreskan luka di batin dan terbawa sampai kapanpun.

Maka saya berupaya menekan ego diri, bahwa tetaplah saya yang mengalah dan biarlah luka (yang belum lama) segera lenyap.

----

Saya merekomendasikan, Kompasianer membaca buku Membasuh Luka Pengasuhan. Penulis yang suami istri ini, menuliskan dengan sangat komprehensif. Mengulas dari sisi psikologis yang runut, mengingat keduanya berlatar seorang psikolog.

Terdapat tujuh bab yang menggugah kesadaran pengasuhan, yaitu  "Dari Mana Memulai Membayar Utang Pengasuhan", "Apakah Kekeliruan dan Dampak Utang Pengasuhan?", "Nilai Utang Pengasuhan", "Dunia Aku dan Kamu Menjadi Kita","Intisari Cara Membayar Utang Pengasuhan"," Abadi Sejiwa Meraih Surga", dan "Hati yang Berkumpul Kembali Bahagia".

Dan buku ini adalah bagian dari Trilogi dari dua judul lainnya, yaitu " Ayah Tangguh" dan " dan "Membasuh Luka Pengasuhan". Review nya ada di SINI dan SINI.

Kompasianer, kita para orangtua memang sudah kaya pengalaman hidup. Tetapi tidak serta merta, kita selalu benar dan paling mumpuni dibanding anak kita.

Pembelajaran menjadi orangtua tidak ada usainya, seperti halnya belajar tentang hidup yang terus berlangsung sampai nafas selesai berhembus.

Karena ayah dan bunda adalah manusia biasa, maka tidak ada orangtua yang sempurna.

Buah dari membasuh luka pengasuhan

Binar mata berpendar indah ; nyaman dengan diri dan berani berekspresi

Antusias melakukan suatu tugas, peran, dan aktivitas ; tumbuh motivasi internal dan kenali kekuatan diri.

Hati penuh empati dan peduli ; ringan tangan membantu siapa saja yang membutuhkan

...

...

..

..

(halaman 147 -- Buku Membayar Utang Pengasuhan)

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun