Mula-mula membeli kipas angin, dispenser, kemudian kulkas satu pintu, menyusul televisi 24 inch, bulan depan tambah meja dan kursi makan dan seterusnya.
Setiap proses benar-benar tidak mudah, tapi justru menerbitkan rasa syukur yang mendalam. Memandangi satu demi satu barang atau perabot (meski merek kelas dua), ada perasaan bahagia dan nikmat yang tidak bisa diungkapkan.Â
Barang barang yang dibeli dengan setiap tetes keringat, rasanya begitu berarti dan memiliki kenangan tersendiri.Â
Menunda Membangun Istana Sendiri- Meskipun rumah kontrakkan, otomatis pengontraknya adalah penguasa. Selama taat membayar dan tidak bermasalah, diberi kebebasan mengatur rumah sesukanya. Dan keleluasaan mengatur rumah, tanpa rasa kawatir akan diprotes mertua.
Pun dalam berlaku juga bebas, misalnya di hari libur leluasa bermalas-malasan. Misalnya, suami maunya rebahan sambil mainan handphone. Pakai kaos sudah molor dan sobek, dengan celana kolor yang lusuh tapi nyaman.Â
Sementara istri bisa dasteran seharian, meski warna sudah lusuh tapi enak di badan. Maunya tidak buru-buru mandi, tiak perlu ke pasar dan malas-malasan masak.
Sikap sedemikian leluasa, relatif jarang bisa dilakukan apabila masih satu atap dengan mertua. Seakrab apapun dengan mertua, kita pasti masih memikirkan tentang pantas dan tak pantas.
------
Kalau Kompasianer punya ide atau point yang lain, monggo silakan bisa ditambahkan sendiri. Saya yakin, bagi yang pernah ngontrak pasti bisa merasakan pengalaman lain tak kalah seru.