Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Setelah Menikah, Mau Membeli Rumah atau Mobil Duluan?

21 November 2019   05:43 Diperbarui: 22 November 2019   01:42 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sangat percaya, bahwa ketika kita meyakini sesuatu hal, kemudian mau menjalani dengan usaha sungguh, maka apa yang diyakini akan terwujud. Haqul Yaqin, janji Sang Khaliq selalu benar adanya dan tidak pernah meleset.

Bahwa perintah menikah, selain mengikuti sunnah Nabi, juga memiliki multi efek salah satunya membukakan pintu rejeki dari arah tidak terduga. Setiap makhluk yang dilahirkan ke muka bumi, sejatinya telah disediakan rejekinya sendiri sendiri. 

Maka dalam kehidupan pernikahan, logikanya terdapat rejeki suami, rejeki istri, dan rejeki anak-anak yang kemudian disatukan.

Dulu pada awal menikah, gaji saya sebagai marketing Iklan di sebuah kantor media belum genap satu juta. Saya masih ingat, bagaimana dengan istri memutar strategi, agar dengan uang yang ada bisa cukup untuk biaya hidup sebulan.

dokpri
dokpri
Sementara istri bukan pekerja kantoran, sumber pengahsilan bulanan hanya dari satu tempat yaitu sang suami. Tiba-tiba jalan rejeki tidak dinyana datang, penjualan iklan yang semula seret berubah lancar. Klien yang semula susah dihubungi, justru yang menelpon dan mengajak ketemu.

Masuk bulan kedua pernikahan, hasil dari testpack menunjukkan (alhamdulillah) dua strip. Setelah dibawa periksa dokter kandungan, usia kehamilan istri menuju empat minggu. Dengan jumlah gaji yang masih sama, lagi-lagi pintu rahasia itu (pemasangan iklan) terbuka satu persatu.

Pas waktu jadwal kontrol bulanan ke dokter, waktunya membeli susu ibu hamil sekalian dengan vitamin penguat kandungan, pas perlu beli ini dan itu ada saja uang yang masuk rekening.

dopri
dopri
Masuk kehamilan bulan ke tujuh, saya diterima di perusahaan lain dengan gaji pokok diterima jauh lebih besar dari kantor lama. Masih diposisi marketing Iklan, selain gaji terdapat besaran komisi berdasarkan jumlah penjualan iklan.

Calon ayah ini semakin meyakini, bahwa sebenarnya saya adalah perantara atau  jalan rejeki istri dan rejeki bayi yang masih di kandungan. Semangat bekerja semakin mengganda, geming dengan capek dan penolakan. Saya ingat, pernah kehujanan gara-gara mengejar janjian dengan naik motor.

Rejeki setelah anak lahir saya buktikan benar adanya, sehingga alhamdulillah tabungan semakin bertambah. Pasangan ayah dan ibu muda berkomitmen, tidak menaikkan level gaya hidup. Kami tetap makan dan belanja seperti biasa, karena ada goal besar dicanangkan dan hendak dicapai.

Sembari menambah sedikit demi sedikit tabungan, kami berdiskusi dan memantapkan rencana yang ingin lebih dulu diwujudkan. Apakah lebih dulu membeli rumah atau membeli mobil, dan agar tidak menjadi beban maunya membeli secara cash.

Duh, berat juga goal hendak dicapai, tapi bismillah dan saya memperteguh keyakinan. Belajar dari pengalaman sebelumnya, keyakinan dan usaha yang kuat, akan meniscayakan yang semula (dianggap) mustahil.

Membeli Rumah atau Membeli Mobil Dulu

Jujur nih Kompasianers, kalau sudah ada duit biasanya godaan yang datang semakin besar. Pengin beli ini dan itu tanpa pertimbangan panjang, karena dipikir toh ada duit. Kalaupun (misal) berkurang sedikit tidak dipermasalahkan, toh nanti akan ada ganti (uang) lainnya.

Banyak duit dibarengi dengan didekati aneka macam teman, diajak nongkrong atau hangout, mampir ke tempat yang sebelumnya tidak pernah didatangi. Kalau bergaul di lingkungan teman yang hedon, bisa-bisa kerap nongkrong di cafe dan terpancing beli barang branded.

dokpri
dokpri
Pernah suatu waktu, saat bertugas ke luar kota, teman seperjalanan berkomentar dengan sedikit ejekan, "Gue pikir, Lo pake HP keluaran terbaru yang belinya indent." Beruntung saya tidak terpancing, menanggapi komentar teman dengan santai tanpa emosi.

Saya membiasakan diri menabung, bahkan dari masih bujangan. Kala itu saya punya goal, tabungan untuk mempersiapkan diri menikah. Maka ketika sudah tercapai tujuan menikah, kemudian menabung untuk goal lain tentu bukan hal yang asing.

Ketika tabungan mulai lumayan, smartphone saya dan istri masih seadanya, kemana pergi masih dengan motor. Diskusi dengan istri semakin sering, apakah uang di tabungan untuk membeli rumah atau mobil.

Membeli mobil memang relatif lebih mudah, kalau mau datang ke pameran otomotif,  akan disamperin marketing dan memberikan penawaran pembelian roda empat. Promo disediakan cukup beragam, mulai potongan cicilan atau bebas angsuran sekian kali dan seterusnya.

dokpri
dokpri
Kebetulan ada kenalan membeli mobil, dan masih tinggal di rumah kontrakan. Ketika saya tanya alasannya, menurutnya mobil bisa menunjang aktivitas untuk mencari uang. Sehingga bisa menabung, kemudian untuk uang muka membeli rumah.

Saya tidak menyalahkan pendappat ini, tetapi ketika mendengar keluh kesah teman ini saat membayar cicilan bulanan saya makin sangsi.  Perihal kebernaran kalimatnya, bahwa mobil "menunjang aktivitas untuk mencari uang."

Setelah ditimbang-timbang, saya dan istri sepakat bahwa roda dua yang ada sangat mendukung pekerjaan. Saya bisa menabung (kala itu) dalam jumlah lumayan, juga berkat berkegiatan dengan motor.Bahkan motor, menjadi solusi menembus kemacetan Jakarta.

Akhirnya pilihan kami berdua, cenderung lebih mengutamakan membeli rumah. Menurut pemikiran kami, rumah dalam jangka panjang nilainya terus meningkat. 

Saya dan istri mulai hunting rumah, beberapa lokasi kami datangi. Karena inginnya di satu daerah dengan orangtua, maka daerah Tangerang Selatan menjadi prioritas. (lagi-lagi) Berkat keyakinan dan usaha, kami berjodoh dengan rumah yang ada di perumahan lama (th 80-an).

Setelah negosiasi dengan pemilik rumah, kami bersepakat membayar secara bertahap, sesuai tanggal jatah tempo deposito kami miliki (alhamdulillah semua dilancarkan).

Kisahnya ada di artikel ini : Membeli Rumah Secara Tunai adalah Prioritas Hidup

----

Kompasianer, setelah menikah mau lebih dulu membeli rumah atau mobil sah sah saja. Setiap keluarga punya prioritas, sebaiknya disesuaikan dengan goal yang hendak dituju. Kalau memang mobil lebih penting, tidak masalah karena anda yang lebih paham kebutuhan anda. 

Mungkin saja, justru mobil memang mendukung usaha anda dan bisa untuk memenuhi aneka keperluan yang berdampak pada peningkatan ekonomi keluarga.

dokpri
dokpri
Tanpa terasa, tahun ini terhitung tahun kesepuluh kami tinggal di rumah yang dibeli dengan keringat sendiri.  Belum lama tetangga hendak pindah, sempat titip pesan kalau ada teman atau kenalan ingin membeli rumah. 

Harga dibandrol cukup fantastis, nyaris lima kali lipat dengan harga sepuluh tahun silam.

Untungnya membeli rumah, setiap tahun terjadi kenaikan harga. Kalau saja sepuluh tahun lalu kami membeli mobil, harganya pasti menyusut setiap tahun. Tapi sekali lagi, setelah menikah mau membeli rumah atau membeli mobil, semua keputusan ada di tangan anda. -Semoga Bermanfaat-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun