Mohon tunggu...
Agung Han
Agung Han Mohon Tunggu... Wiraswasta - Blogger Biasa

Part of #Commate'22-23 - KCI | Kompasianer of The Year 2019 | Fruitaholic oTY'18 | Wings Journalys Award' 16 | agungatv@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Ingin Menjadi Ayah yang Baik Sebaik Ayahku

14 September 2017   06:18 Diperbarui: 14 September 2017   06:45 1830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustrasi- dokumentasi pribadi

Selama puluhan tahun menjadi anak, seingat saya relatif jarang mendapati ayah marah. Kalau mau dihitung, bisa jadi kemarahan itu tak genap sepuluh jari tangan disebut. Almarhum ayah hemat berkata-kata, punya cara sendiri menunjukkan sayang.

Satu kisah terekam jelas, pada saat kenaikan kelas tiga sekolah dasar. Saya minta dibelikan tas sekolah, diutarakan sebulan sebelum hari pembagian rapot tiba.

Tas lama sudah waktunya purna tugas, dua tahun menjadi wadah buku dan alat tulis. Selain warna hitam mulai pudar, kain bahan dasar tas sudah menipis dan rusak di sana sini. Beberapa bagian pintalan benang lapuk, membuat isi didalam tas tidak aman.

Pernah ujung pensil menerobos lubang darurat, akhirnya alat tulis satu satunya hilang tak berjejak.

'Ayah, kalau nanti naik kelas, beliin tas ya'

Sudut bibir lelaki sederhana mengembang, tiada sepatah kalimat keluar dari mulut. Pada wajah tidak tampak guratan marah, hanya ada garis di jidat seolah memikirkan sesuatu.


Si bocah bimbang, tak bisa menangkap arti senyuman itu. Nyalinya tidak cukup keberanian, memastikan makna dari senyuman yang ditangkap.

Hari pertama tahun ajaran baru tiba, tas hitam berlubang di sudut kanan bawah masih setia. Baru saya bisa tahu arti senyuman, bahwa tas sekolah baru hanya sekedar impian. Dua kaki mengayun gontai, tak berani protes apalagi merajuk.

Sikap ayah yang irit bicara, memberi dampak secara psikologis. Bahwa secara fisik kami tidak terlalu dekat, hanya sesekali bicara kalau ada perlu.

Seminggu setelah masuk sekolah, jawaban atas senyuman ayah dikoreksi. Kejutan ditunggu tiba, pada senin pagi setelah sarapan. Kali ini, senyum ayah lebih lebar dari sebelumnya. Hingga menampakkan deretan gigi, disa bisa gigi kering karena senyum terus menerus.

Tas sekolah berbahan kain tebal, dominasi  warna cokelat berseling cokelat muda pada bagian pinggir. Dua saku besar menempel pada bagian depan, dengan resleting bergerigi menambah keren penampilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun