Bergaul dengan orang tua murid di sekolah anak, membuka wawasan bagaimana sebaiknya menerapkan sikap sayang pada anak. Latar belakang keluarga yang berbeda beda, membuat anak tumbuh dengan kekhasan masing masing.
Ada ayah seorang tentara, menuntut anaknya bersikap disiplin dan tegas dalam bersikap. Ada ibu yang  gemar mendesign pakaian, tak heran kalau penampilan dan baju dipakai anaknya sangat diperhatikan. Ada pula ayah yang pemimpin agama, si anak terlihat menonjol dalam bacaan kita suci dan hapal doa doa panjang, begitu seterusnya dan seterusnya.
Diantara sekian banyak orang tua murid, ada yang membuat saya dan istri membatin pada hal yang sama. Karena istri sudah kenal baik, tak terlalu sulit mengetahui background ibu yang baik hati ini.
Konon orang tua murid yang kami kenal ini. berasal dari keluarga yang berkekurangan. Orang tuanya memiliki tujuh anak, dengan jarak kelahiran yang cukup rapat. Ayah dan ibunya bertenaga kecil, tinggal di rumah sempit berbagi ruang dengan barang dimiliki.
Si ibu adalah anak tengah, artinya punya saudara tua di atasnya dan ada adik di bawahnya. Bagaimana kerepotan semasa kecil dialami, ikut momong adik selepas sekolah dan membantu pekerjaan rumah.
Setelah dewasa dan menikah dengan lelaki pilihan, penganten baru memutuskan tinggal terpisah dengan orang tua. Menempati sebuah rumah petak, berbaur dengan penghuni rumah petak lain dari berbagai daerah.
Suami istri dari keluarga kebanyakan, tak terlalu kesulitan beradaptasi dengan lingkungan. Sebagai pribadi murah senyum, penghuni sebelah petakan menerima kehadiran pasangan ini dengan hati terbuka.
Berkat ketekunan dan kerja keras, suami pindah tempat kerja dan mendapatkan karir cemerlang. Taraf perekonomian mulai menanjak, hingga bisa pindah dan membeli tempat tinggal sendiri.
Pada sisi yang lain ada kisah pilu, pada awal pernikahan kebahagiaan suami dan istri pernah diuji. Setengah tahun usia pernikahan, janin yang baru berusia enam minggu mengalami keguguran. Tak mau berlarut dalam kepedihan, lewat satu tahun pernikahan kembali hamil dan mengalami hal serupa.
Kesedihan beruntun tak menyurutkan semangat, memasuki tahun ketiga pernikahan kembali hamil. Pada kehamilan ketiga, pasangan bahagia pindah ke rumah yang lebih nyaman.
Bak mendapat durian runtuh, diagnosa dokter menyatakan bahwa si ibu sedang mengandung bayi kembar. Bagai menebus duka sebelumnya, kabar gembira disambut dengan penuh suka cita.
Suami istri sangat menjaga janin tetap sehat, rutin kontrol ke dokter dan memberi nutrisi terbaik. Bayi di perut selalu dielus, mengalirkan doa pengharapan kala hening maupun dalam bising.
Memasuki usia sembilan bulan kehamilan, menjadi saat mendebarkan bagi ayah dan ibu muda. Sampai saat dinanti tiba, dua bayi laki laki lahir dalam jarak beberapa menit. Keduanya lahir dengan selamat didampingi sang suami, badannya sehat berkat asupan yang bagus selama di perut ibunya.
Sebagai suami siaga, selain mendampingi saat melahirkan juga memotong tali plasenta. Sesaat setelah buah hati menghirup hawa dunia, segera dibisikkan adzan dan iqomat di telinga kanan dan kiri kedua jagoan.
Kebahagiaan yang begitu sempurna, buah hati yang dinanti menyemarakkan keluarga kecil ini. Matahari benar-benar bersinar di hati sang ibu, sepenuh kasih sayang tercurah untuk buah hati yang diharap kehadirannya.
Ternyata ujian belum juga selesai, pada usia tiga tahun satu dari anak kembar berpulang karena sakit. Saudara muda kembar sehat wal'afiat, kini satu sekolah dengan anak sulung kami.
-0o0-

Tanpa janjian sebelumnya, saya dan istri beradu pandang pada detik yang sama. Seolah menyepakati satu hal, bahwa ucapan ibu tidak sejalan dengan pikiran kami.
Kalimat penyanggahan secara halus kami utarakan, meski setelah itu terlihat tidak dipedulikan. Namun apalah daya, toh keputusannya tidak menganggu dan menyusahkan orang lain.
Menilik perjalanan hidupnya, anak kesayangan ini diperoleh dengan sepenuh pengharapan. Akhirnya kami sepakat memaklumi, meskipun tak lepas memikirkan kemungkinan dampak di kemudian hari.
Sebegitu sayang si ibu nyaris tak berdaya, segala kemauan anak dituruti. Mulai dari makanan, pakaian, peralatan sekolah, mainan dan segala macam disebutkan bakal terwujud. Selalu barang dengan harga terbaik dibawa pulang, sebagai penawar keinginan buah hati.
Tak ayal secara fisik anak ini berbeda, badan melebar dengan perut agak menyembul kedepan. Perawakannya memang tidak begitu tinggi, berkulit agak gelap rambut ikal dan pipi chuby.
Kurang aktif bergerak dan tidak suka olah raga, bisa jadi karena berat membawa bobot tubuh. Kegemaran makan tidak disangsikan, hampir semua jajanan di warung perna dibelinya. Mulai dari jajajan manis, gurih, pedas, yang bungkus plastik atau karton pernah diincipi.
Meskipun setiap hari sudah membawa bekal, di saku terselip uang jajan berwarna biru dengan angka nol deret empat. Pernah satu hari kedapatan ibunya, bekal dibawa tidak dimakan karena terlanjur kenyang aneka jajanan.
Meskipun ibunya ngomel, besok dan besoknya tetap saja diulang. Pernah anak saya ketiban untung, ditraktir makan baso selama dua hari berturut-turut.
"Kakak seneng kalau sering ditraktir gini" senyum mengembang di bibir sulung kami. Selaku orang tua kami mewanti wanti, agar kakak tidak sering minta ditraktir.
Pada akhir semester yang kami duga terbukti, niai raport anak ini sangat melorot. Banyak nilai mepet dengan standart, hanya beberapa pelajaran nilainya lumayan.
-0o0-
Saya pernah menyimak sebuah talkshow tentang parenting, membahas tentang anak usia 7 tahun ke atas. Pada fase ini anak-anak punya penanganan sendiri, sebaiknya diberi kesempatan menggali kemampuan sendiri.
Cepat atau lambat anak memiliki dunia sendiri, orang tua tidak bisa mendampingi sepanjang waktu. Satu saat akan meniti badai hidupnya sendiri, orang tuanya tidak bisa ikut campur menyelesaikan. Tugas ayah ibu mempersiapkan pondasi, agar anak mampu mengatasi dan menangani masalah sendiri.
Rasa sayang orang tua pada anak wajar sangat wajar, namun kalau berlebihan justru menjerumuskan. Anak yang berhadapan dengan keenakan saja, berpotensi menghambat proses belajar mandiri. Sebentar sebentar dibantu, sedikit sedikit orang tua turun tangan, dampaknya anak tidak bisa apa apa.
So, ayah bunda, beri kesempatan anak menumbuhkan dirinya dengan skill dan keberanian. Agar siap menghadapi onak duri kehidupannya, menjadi manusia tangkas menyelesaikan tantangannya.-salam-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI