Mohon tunggu...
Bahasa

UKBI untuk Kedaulatan Bahasa Indonesia

1 Juni 2015   06:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Syarat kemampuan bahasa asing terutama bahasa Inggris ternyata menjadi sebuah tuntutan dalam hampir segala hal. Pentingnya bahasa asing dapat dilihat dari adanya syarat kepemilikan nilai kemampuan berbahasa asing terutama Bahasa Inggris dalam beberapa keperluan penting seperti mendaftar kuliah, mengajukan beasiswa, hingga melamar pekerjaan baik di dalam maupun di luar negeri. Bukti kemampuan tersebut dapat ditunjukkan melalui score languange proficiency test TOEFL (Test of English as a Foreign Language), IELTS (International English Languange Testing System), maupun TOEIC (Test of English for International Communication). Usaha dan biaya yang diperlukan untuk memiliki hasil tes tersebut pun tidak lah sedikit. Biaya pelaksanaan tes mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Calon peserta pun harus mempersiapkan diri jauh – jauh hari dengan berlatih berkali – kali, mengikuti kelas persiapan di tempat kursus bahasa asing tertentu, atau bahkan menyewa penutur asing sebagai guru privat. Syarat kepemilikan score tes tersebut berlaku untuk Negara tujuan berbahasa Inggris, namun untuk Negara tujuan yang tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa utama, calon pekerja dan pelajar harus mencapai score kemampuan bahasa negara tersebut pula. Hal tersebut juga harus dilakukan bahkan bagi mereka yang dalam kesehariannya cukup lancar menggunakan bahasa Inggris. Betapa besar usaha dan persiapan yang diperlukan agar diakui mampu berkomunikasi di negeri orang untuk bisa bekerja maupun belajar di sana, atau dalam hal ini, mendapatkan manfaat bagi diri sendiri dari negara lain.
Muncul sebuah pertanyaan terhadap mereka yang berniat mendapatkan sebuah manfaat bagi dirinya yang merupakan warga negara asing dengan datang ke Indonesia. Terlebih lagi sistem Masyarakat Ekonomi Asean yang akan mulai diberlakukan dari akhir tahun 2015 mendatang. Hingga saat ini telah terdapat begitu banyak pelajar asing dan tenaga kerja asing yang belajar dan mencari nafkah di Indonesia mulai dari menjadi tenaga pengajar di lembaga kursus bahasa asing hingga General Manager di hotel – hotel berbintang. Namun bagaimana dengan kemampuan berbahasa Indonesia mereka? Sudahkah mereka memenuhi nilai kemampuan berbahasa Indonesia sebelum masuk ke Indonesia sebagai pelajar atau pekerja?
Kejadian ini menjadi sebuah perhatian ketika menyadari bahwa sebenarnya negara kita telah memiliki Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). TOEFL, IELTS, maupun TOEIC sudah sangat tidak asing di telinga masyarakat terutama akademisi, tapi UKBI? Jika bukan karena pernah mengikuti pemilihan Duta Bahasa di tingkat provinsi, sampai saat ini mungkin saya tidak akan mengenal nya. UKBI dikembangkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional sejak tahun 1997 sebagai rekomendasi Kongres Bahasa Indonesia III dan diresmikan penggunaannya oleh Menteri Pendidikan Nasional pada tahun 2006. Singkatnya, UKBI hampir sama dengan tes TOEFL maupun IELTS. UKBI termasuk jenis tes kemahiran (proficiency test) untuk tujuan umum (general purposes). Materi uji dibagi menjadi lima seksi antara lain Seksi I Mendengarkan, Seksi II Merespon Kaidah, Seksi III Membaca, Seksi IV Menulis, dan Seksi V Berbicara. Fungsi nya yang amat strategis diharapkan dapat meningkatkan kualitas bahasa Indonesia dalam penggunaan dan pengajarannya serta memupuk rasa bangga masyarakat Indonesia terhadap bahasanya.
Belum banyak instansi yang menerapkan standar ketercapaian nilai UKBI sebagai syarat sebelum memasuki instansi nya, padahal banyak warga negara Indonesia yang belum cukup baik dalam menggunakan bahasa Indonesia. UKBI juga belum tampak diterapkan bagi mereka yang ingin bekerja dan belajar di Indonesia. Beberapa perusahaan bahkan dipimpin oleh Warga Negara Asing yang dalam kesehariannya hanya mampu berbahasa Inggris tanpa sedikitpun mencoba memahami dan berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Kondisi ini biasa terjadi pada usaha perhotelan terutama di Bali. Para WNA yang bekerja di Indonesia sebaiknya merupakan mereka yang mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia setidaknya dalam bahasa non formal karena dalam kesehariannya mereka akan berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya. Terlebih lagi dalam memimpin perusahaan. Bagaimana mungkin mereka memimpin sebuah perusahaan di Indonesia dengan begitu banyak tenaga kerja warga Indonesia namun tidak pernah berkomunikasi dengan mereka? Bayangkan berapa banyak manfaat yang mereka peroleh dari belajar maupun bekerja di Indonesia namun mereka sama sekali tidak mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
Tulisan ini mungkin merupakan tulisan kesekian kalinya soal UKBI yang masih belum dirasakan keberadaannya, soal bahasa asing yang justru semakin mendarah daging, soal kedaulatan berbahasa kita yang belum merdeka. Namun selama usaha masih bisa dilakukan, baik dengan menulis, maupun sekedar berkicau di sosial media, semoga kemudian pemerintah melihat dan mau semakin bersemangat untuk melanjutkan program tes UKBI yang baik ini. Kesempatan kawan – kawan kami untuk belajar maupun bekerja di luar negeri sangat ditentukan oleh satu hari pelaksanaan tes – tes tersebut. Setidaknya lakukan hal yang sama untuk menghargai bahasa negeri kita sendiri mulai dari masyarakatnya sendiri hingga kepada mereka yang datang kemari demi memperoleh manfaat dari Indonesia.

I Gusti Ayu Agung Diah Acintya, SE.
Wakil I Duta Bahasa Provinsi Bali Tahun 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun