Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024

Akrab disapa dengan panggilan Fitri Oshin. Lebih banyak menulis isu kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Riuh "Panas" Pandemic Treaty, Kedaulatan Kesehatan Indonesia Terancam Enggak, Ya?

25 April 2024   11:36 Diperbarui: 26 April 2024   06:45 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Negara-Negara Anggota WHO sedang merumuskan Pandemic Treaty atau Perjanjian Pandemi. (Image by pikisuperstar on Freepik) 

Negara-negara di dunia sedang harap-harap cemas menanti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) ‘ketok palu’ Perjanjian Pandemi atau yang dikenal dengan Pandemic Treaty. Dijadwalkan, perjanjian ini akan disetujui saat Seventy-seventh World Health Assembly, yang dimulai pada 27 Mei 2024.

Pandemic Treaty – istilah lainnya Pandemic Agreement atau Pandemic Accord – bisa dibilang perjanjian kesiapsiagaan mencegah, mempersiapkan dan merespons pandemi di masa depan.

Pembahasan Pandemic Treaty dirumuskan dalam sebuah pertemuan khusus yang dinamakan Intergovernmental Negotiating Body (INB), yang kini sudah digelar sampai pertemuan ke-9 (INB 9). Rumusan komitmen pada draft INB berisi sekitar 37 pasal (article). 

Inisiatif Pandemic Treaty lahir dari pembelajaran pandemi COVID-19. Ketika pandemi COVID-19 pertama kali melanda, semua negara panik menghadapi virus SARS-CoV-2. Lockdown di mana-mana, negara-negara saling berlomba mendapatkan vaksin, sistem kesehatan bahkan diambang kolaps.

Sayangnya, perjanjian ini menuai kontroversi. Diskusi ‘panas’ mengenai kesepakatan dan komitmen kental terasa.

Topik yang ramai disorot (revisi draft INB 9), di antaranya akses patogen dan berbagi manfaat (Pathogen Access and Benefit Sharing/PABS) serta transfer teknologi juga riset dan pengembangan (research and development) untuk produk yang terkait dengan pandemi.

Manufaktur diharapkan dapat berkontribusi real-time dalam hal diagnostik, terapi atau vaksin yang relevan diproduksi, 10 persen gratis dan 10 persen dengan harga non-profit selama masa kedaruratan kesehatan masyarakat atau pandemi, yang akan tersedia melalui Global Supply Chain and Logistics Network.

Selama pandemi, pemegang paten, khususnya mereka yang menerima pendanaan publik diharapkan mengenakan royalti yang wajar kepada produsen negara berkembang untuk pemanfaatan teknologi dan pengetahuan dalam memproduksi produk yang berkaitan dengan pandemi. 

Tak ketinggalan pula soal pertimbangan terkait hak kekayaan intelektual untuk mempercepat atau memperluas produksi produk yang berhubungan dengan pandemi. Tujuannya, meningkatkan ketersediaan dan kepuasan produk-produk yang terjangkau.

Kemudian, Negara-negara Anggota yang menyepakati Pandemic Agreement dapat membuka akses bagi para ilmuwan dan peneliti, khususnya dari negara-negara berkembang terhadap penelitian dan publikasi ilmiah dan berbagi informasi terkait agenda-agenda penelitian nasional. Intinya, akses yang adil untuk memeroleh informasi dan bukti penelitian.

Anggapan Ganggu Kedaulatan Kesehatan 

Di ranah media sosial, isu Pandemic Treaty memanas. Banyak pendapat dari kalangan internasional menyeruak, dikhawatirkan Perjanjian Pandemi ini akan mengganggu kedaulatan kesehatan negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun