Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Ketika Resign Menjadi Cahaya di Ujung Lorong Gelap Pekerjaan

10 Maret 2021   12:05 Diperbarui: 10 Maret 2021   15:58 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi mereka yang mengalami perlakuan kerja semacam itu tentu akan merasa bahwa mereka seperti berada di tengah-tengah kegelapan. Terus bertahan sama halnya menyediakan diri menjadi pesakitan. Sehingga jalan satu-satunya adalah meninggalkan "gelanggang" dan mencari peraduan baru dalam rangka memperbaiki nasib yang sebelumnya telah diasakan dengan begitu tinggi.

Selain terkait upaya memperjuangkan core value dan mempertahankan diri dari pekerjaan yang memperbudak diri seseorang, resign juga merupakan pintu keluar yang cenderung dipilih oleh mereka yang terlibat dalam konflik atau perseteruan di tempat kerjanya. Entah itu perseteruan dengan rekan satu level jabatan, anak buah, maupun dengan atasan. 

Emosi seseorang yang berbenturan dengan ego milik orang lain umumnya akan memicu situasi tegang dan tidak nyaman. Cara penyelesaiannya adalah dengan berjabat tangan saling memaafkan dan melupakan perseteruan dimasa lalu atau memilih untuk meniti jalan baru agar pihak lain tidak turut merasakan konsekuensi dari ketegangan yang tercipta.

Terus bertahan ditengah pusaran konflik berkepanjangan sama halnya membiarkan diri tenggelam dalam suasana kelam pekerjaan. Menjadikan hari-hari yang dilalui terasa begitu lama karena setiap hari harus bersua dengan mereka yang tidak disuka. 

Apalagi bukan perkara mudah untuk menetralisir suasana yang sudah terlancur pecah dan berantakan. Terlebih apabila individu-individu yang terlibat memiliki ego pribadi yang sama-sama besar. Sehingga tidak sedikit yang akhirnya memutuskan untuk menyudahi perkara dengan hijrah dari tempat kerja lamanya.

Resign Hanya Sebuah Pilihan

Ikatan pernikahan dirajut dengan harapan tinggi untuk membangun mahligai rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Menjadi sebuah pasangan yang langgeng sampai akhir hayat. 

Memiliki ikatan hati yang kuat dengan gantungan mimpi-mimpi besar yang ingin diraih bersama-sama sebagai pasangan sehidup semati. Akan tetapi tidak sedikit dari mereka yang memiliki harapan besar semacam itu justru berakhir ditengah jalan. Mereka berpisah, bercerai, dan mengakhiri harapan yang dulu sempat dirangkai bersama.

Seperti halnya ikatan pernikahan, seseorang yang menjalin hubungan dengan pekerjaannya berpotensi mengalami situasi serupa. Mereka mungkin tidak bisa terus bersama karena terpaan perbedaan ataupun permasalahan. Tapi sebuah perpisahan tetaplah bagian dari pilihan agar cahaya kehidupan tetap bersinar dengan tujuan agar gempita harapan kembali bisa ditemukan di peraduan yang baru. 

Memilih keputusan untuk resign bukanlah sesuatu yang terlarang. Melainkan salah satu cara untuk menemukan setitik cahaya terang dari kegelapan pekerjaan yang dirasakan oleh seseorang. Mungkinkah kita termasuk diantaranya?

Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun