Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Akhirnya PSBB/PPKM Jawa-Bali dalam Kendali Langsung Pemerintah Pusat?

20 Januari 2021   10:54 Diperbarui: 20 Januari 2021   11:20 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PSBB atau PPKM Jawa -- Bali | Sumber gambar : www.kompas.com

Pemberlakuan kebijakan aktivitas sosial masyarakat yang dulunya bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan kini berganti sebutan menjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejauh ini mungkin masih menjadi salah satu kunci penuntasan pandemi COVID-19 selain pelaksanaan program vaksinasi. 

Namun menilik rekam jejak penerapan kebijakan tersebut dari awal pertama dilakukan, diperpanjang berulang kali, hingga akhirnya diterapkan kembali dengan identitas yang berbeda ternyata belum cukup ampuh meredam pertambahan jumlah korban terpapar COVID-19. 

Pertambahan jumlah korban bahkan terus mencapai rekor baru setiap harinya sehingga rumah sakit rujukan semakin kelimpungan untuk menampung banyaknya korban yang membutuhkan perawatan. 

DKI Jakarta sebagai salah satu zona paling rawan persebaran COVID-19-nya pun melalui Gubernur Anies Baswedan ditengarai mendesak pihak pemerintah pusat agar bergegas mengambil alih langsung prosesi penanggulangan pandemi khususnya dalam lingkup wilayah Jabodetabek. 

Pemda DKI Jakarta menyatakan bahwa ketersediaan kamar tidur rumah sakit di wilayah mereka sudah banyak yang terpakai oleh pasien dari luar Jakarta sehingga hal ini membuat mereka menjad kesulitan untuk mengurus korban dari daerahnya sendiri.

 "Saatnya pemerintah pusat mengambil alih kendali penanganan pandemi. Bukan lagi desentralisasi seperti sekarang dimana masing-masing daerah menerapkan kebijakannya sendiri. Tapi harus ada sinergi dari semua pihak yang terkait. Masalahnya, birokrasi cenderung menjadi penghambat. Oleh karena itu pemerintah pusat harus menyinergikan semua pihak yang terlibat." 

Pengambilalihan langsung penerapan PSBB atau PPKM oleh pemerintah pusat diharapkan membuat koordinasi antar wilayah menjadi lebih mudah. Karena bagaimanapun juga antara DKI Jakarta dengan beberapa wilayah penyangga hanya memiliki garis koordinasi sehingga riskan terjadi "otot-ototan" kepentingan di masing-masing pihak. 

Namun pemerintah pusat memiliki kuasa yang lebih besar bahkan hingga instruksi agar gubernur atau pemerintahan yang ada dibawahnya bisa serta merta megikuti perintah yang diberikan. Dengan sentralisasi penanganan pandemi dimana pemerintah pusat sebagai pusat kendali rasa-rasanya permintaan Anies Baswedan ini cukup masuk akal. Karena sejatinya memang pandemi COVID-19 bukanlah sebatas masalah DKI Jakarta saja, Bodebek saja, Jawa saja, atau Bali saja. Pandemi ini adalah masalah nasional sehingga penuntasannya memerlukan kendali penuh secara nasional juga.

Diharapkan nantinya dengan pengambialihan kendali oleh pusat maka tidak akan terjadi lagi silang pendapat antara pemerintah pusat dan daerah. Tidak perlu lagi ada pembangkangan antara yang dimaksud pemerintah pusat dengan yang diinginkan pemerintah daerah. 

Bahkan tidak perlu lagi sampai ada cibiran dari menteri pemerintahan bahwa kebijakan pemerintah daerah telah menjadi pemicu masalah sebagaimana beberapa bulan lalu terjadi. Sepertinya pandemi ini tidak bisa diselesaikan dengan kebijakan sendiri-sendiri apalagi kebijakan dua kaki sebagaimana selama ini terjadi. 

Jika pemerintah pusat ingin diberlakukannya PPKM secara ketat, maka mereka harus memastikan komando itu benar-benar ditaati seluruh wilayah. Jangan setengah-setengah. Sehingga kalau ada yang salah maka jelas siapa yang disalahkan, dan kalau benar siapa yang layak untuk dipuji. Bukan hanya mencari enaknya saja sementara saat ada masalah justru lepas tangan.

Kembali terkait daya tampung kamar tidur rumah sakit yang sudah semakin penuh sesak, DKI Jakarta dan beberapa daerah penyangga sekitar seharusnya bisa saling melengkapi satu sama lain. DKI Jakarta bisa menjadi tempat rujukan perawatan korban COVID-19 atau sebaliknya. Disisi ada birokrasi-birokrasi tertentu yang terkadang menjadi penghalang penanganan lintas daerah sehingga menjadi berbelit-belit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun