Belum lagi pertemuan jarak jauh semacam itu juga memungkinkan seseorang untuk mengalihkan fokusnya. Berbeda halnya ketika seseorang harus menjadi pesakitan di hadapan bosnya sedangkan dirinya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya diam, merunduk, dan sesekali menjawab.Â
Ada perbedaan besar dari sisi penyampaian emosi yang membuat seorang anak buah tidak terlalu risau lagi memperdengarkan "intimidasi" dari sang bos.
Bagi seorang pekerja atau karyawan yang cenderung galau tatkala melakukan pertemuan dengan sang atasan dengan alasan apapun, bisa jadi virtual meeting merupakan solusi yang bisa membuatnya bekerja lebih nyaman dan tentram. Dengan demikian akan memicunya untuk lebih rileks dalam bekerja. Satu beban psikis setidaknya bisa direduksi dari "daftar" ketidaknyamanan yang seringkali menghinggapi.
Mungkin lain ceritanya jikalau hal itu dilihat dari sudut pandang seseorang yang ingin menyampaikan emosinya kepada orang lain dengan perantara jaringan internet. Serasa ada yang kurang maksimal dari detail emosi yang ingin diutarakan kepada orang lain.Â
Kita tentu bisa membedakan rasanya bersilaturahmi dengan orang tua secara langsung dibandingkan hanya melakukannya secara virtual. Lebih puas yang mana? Tentunya pertemuan secara langsung lebih melegakan, bukan?Â
Begitupun dengan meeting seorang atasan dengan anak buahnya. Pastinya memang ada sesuatu yang berbeda. Dan untuk saat ini kita sepertinya harus semakin membiasakan diri dengan tatanan kebiasaan baru yang ada ini.Â
Mungkin memang ada sisi yang hilang dari cara lama yang dulu dilakukan. Tapi mari mencoba mengambil sisi pembelajaran berharga dalam hal ini. Setidaknya kita yang sering merasa gelisah tatkala bersua sang atasan bisa merasa sedikit lega karena beban psikis yang ada menjadi sedikit berkurang.
Salam hangat,
Agil S Habib