Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

"Virtual Meeting" Kurangi Beban Psikis Karyawan dari Amarah Atasan?

31 Oktober 2020   07:07 Diperbarui: 31 Oktober 2020   12:50 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi virtual meeting| SUmber: Business Insider via Kompas.com

"Perkembangan teknologi informasi dan efek pandemi telah melahirkan tatanan baru kebiasaan dalam beraktivitas, khususnya dalam pekerjaan atau profesi. Ada sisi negatif dan juga sisi positif yang mengiringi. Namun setidaknya kita masih bisa mensyukuri sisi lain yang hadir dari reealitas ini."

Satu bulan sekali merupakan waktu yang barangkali tidak begitu disukai oleh salah seorang rekan yang menjabat sebagai manajer produksi sebuah perusahaan manufaktur. 

Karena waktu itu dirinya harus mengikuti meeting rutin bulanan dengan Chief Executive Officer (CEO) perusahaan untuk melaporkan perkembangan situasi terkini dari bagian yang dikomandoinya. 

Laporan pemakaian biaya, aktivitas maintenance, pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), perkembangan proyek, efisiensi proses produksi, efisiensi energi, dan lain sebagainya merupakan bahan materi rutin yang mesti ia sampaikan setiap kali melakukan presentasi di hadapan CEO. 

Bagian "terburuknya" adalah tatkala ada permasalahan yang terpaksa harus ia sampaikan, sehingga besar kemungkinan amarah sang bos terpancing hingga keluar pernyataan yang membikin merah telinga serta "nyelekit" di ulu hati. 

Bisa dibayangkan betapa tidak nyamannya seseorang kala ada satu periode waktu tertentu dimana dirinya harus menghadapi "hari penghakiman". Jika tidak kuat mental bisa tidak tidur semalaman dibuatnya setiap kali saat-saat seperti itu datang.

Namun beberapa bulan terakhir ini sang rekan terlihat berkurang ketegangannya setiap kali menjelang pertemuan bulanan dengan CEO perusahaan. Alasannya adalah karena meeting yang dilakukan sudah tidak perlu lagi tatap muka secara langsung, melainkan cukup secara virtual. Iya, efek situasi pandemi membuat aktivitas tatap muka secara langsung menjadi lebih terbatas. 

Di satu sisi hal itu memang mengurangi sisi intim hubungan antar manusia. Sedangkan di sisi lain ternyata cukup ampuh meredam gejolak batin yang ditimbulkan oleh sebuah pertemuan tatap muka seorang bawahan dengan atasannya.

Ilustrasi Virtual Meeting | Sumber gambar: www.rukita.co
Ilustrasi Virtual Meeting | Sumber gambar: www.rukita.co
Konteks penyampaian materinya boleh jadi sama. Respon sang bos pun kemungkinan besar serupa jika dibandingkan saat presentasi dilakukan langsung di hadapannya. Namun luapan emosi tatkala marah khususnya menjadi lebih "bersahabat" untuk diterima. 

Salah seorang yang menjadi bagian dari meeting dengan CEO tersebut pernah nyeletuk, "Kalau bos marah tinggal dilepas atau dikendorkan saja headset-nya. Jadi gak perlu dengar ocehan sang bos. Beres!" 

Pertemuan secara virtual memang memungkinkan hal tersebut sehingga emosi yang disampaikan akan tersalur bergantung pada kualitas penghubung yang menunjangnya. Kalau jaringan lemot maka biasa jadi suara yang disampaikan putus-putus. Atau kalau headset-nya bermasalah maka akan menjadikan suara tidak jelas. 

Belum lagi pertemuan jarak jauh semacam itu juga memungkinkan seseorang untuk mengalihkan fokusnya. Berbeda halnya ketika seseorang harus menjadi pesakitan di hadapan bosnya sedangkan dirinya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya diam, merunduk, dan sesekali menjawab. 

Ada perbedaan besar dari sisi penyampaian emosi yang membuat seorang anak buah tidak terlalu risau lagi memperdengarkan "intimidasi" dari sang bos.

Bagi seorang pekerja atau karyawan yang cenderung galau tatkala melakukan pertemuan dengan sang atasan dengan alasan apapun, bisa jadi virtual meeting merupakan solusi yang bisa membuatnya bekerja lebih nyaman dan tentram. Dengan demikian akan memicunya untuk lebih rileks dalam bekerja. Satu beban psikis setidaknya bisa direduksi dari "daftar" ketidaknyamanan yang seringkali menghinggapi.

Mungkin lain ceritanya jikalau hal itu dilihat dari sudut pandang seseorang yang ingin menyampaikan emosinya kepada orang lain dengan perantara jaringan internet. Serasa ada yang kurang maksimal dari detail emosi yang ingin diutarakan kepada orang lain. 

Kita tentu bisa membedakan rasanya bersilaturahmi dengan orang tua secara langsung dibandingkan hanya melakukannya secara virtual. Lebih puas yang mana? Tentunya pertemuan secara langsung lebih melegakan, bukan? 

Begitupun dengan meeting seorang atasan dengan anak buahnya. Pastinya memang ada sesuatu yang berbeda. Dan untuk saat ini kita sepertinya harus semakin membiasakan diri dengan tatanan kebiasaan baru yang ada ini. 

Mungkin memang ada sisi yang hilang dari cara lama yang dulu dilakukan. Tapi mari mencoba mengambil sisi pembelajaran berharga dalam hal ini. Setidaknya kita yang sering merasa gelisah tatkala bersua sang atasan bisa merasa sedikit lega karena beban psikis yang ada menjadi sedikit berkurang.


Salam hangat,

Agil S Habib

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun