Mohon tunggu...
Agil Septiyan Habib
Agil Septiyan Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Planmaker; Esais; Impactfulwriter; Founder Growthmedia; Dapat Dikunjungi di agilseptiyanhabib.com

Think Different, Create Excellent

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada 2020 Ditunda, Saatnya KPU Mencoba E-Voting?

8 April 2020   07:20 Diperbarui: 9 April 2020   08:40 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemilihan elektronik. (sumber: Shutterstock via kompas.com)

Hasrat untuk mengunjungi tempat "vital" seperti berbelanja ke supermarket atau membeli obat ke toko farmasi pun sudah sangat jauh berburang. Mereka lebih memilih opsi membeli secara online, dan barang kebutuhan dikirim di rumah tanpa mereka harus melakukan kontak dengan banyak orang. 

Bukan tidak mungkin hal ini akan membuat bilik suara sepi pengunjung atau bahkan kosong meompong dari para warga yang hendak memberikan suaranya selama masa pilkada. 

Seandainya memang harus dilakukan pilkada sesuai waktu yang ditentukan sebelumnya maka jalan keluarnya hanya satu, "Vote From Home". Memilih dari rumah atau e-vote.

Vote From Home
Wacana terkait pemilihan "jarak jauh" sebenarnya sudah digulirkan oleh negara lain seperti Amerika Serikat (AS). Mereka menyebutnya vote by mail atau memilih lewat surat. 

Kebetulan AS akan mengadakan Pemilu Presiden pada bulan November 2020 mendatang. Demi mengupayakan pemilihan bisa dilakukan tepat waktu maka Partai Demokrat menyerukan agar surat suara disebar merata untuk kemudian dipilih dan dikumpulkan kembali kepada komisi pemilihan AS melalui pengiriman via pos atau sejenisnya. 

Meskipun hal ini masih mendapatkan pertentangan dari kubu Partai Republik setidaknya gagasan terkait memilih dari jauh ini merupakan opsi yang paling realistis ditempuh untuk menunaikan hajatan pemilu di tengah pandemi virus. 

Bagi negara sebesar AS tentu menjadi masalah tersendiri tatkala pesta demokrasi sebesar pemilu presiden harus tertunda. Sehingga opsi vote from home dinilai sebagai jalan keluar yang efekitf.

Pandemi telah memaksa kita untuk berfikir dan bertindak diluar kebiasaan. Bahkan Indonesia termasuk "lupa" mempertimbangkan kemungkinan efek pandemi yang sampai harus membuat hajatan pilkada serentak tertunda. Karena sejauh ini keputusan penundaan pilkada serentak sampai batas waktu yang belum ditentukan itu masih "mengambang". 

Belum ada payung hukum yang kuat untuk mengayomi keputusan Rapat Kerja / Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), KPU, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait penundaan pilkada. 

Undang-undang pilkada yang ada saat ini belum ada yang mampu menjawab situasi pandemi yang berimbas pada penundaan pilkada serentak.

Langkah paling mungkin adalah mendorong presiden untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang statusnya setara dengan undang-undang pilkada yang berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun