Mohon tunggu...
Aghry Amirul Salman
Aghry Amirul Salman Mohon Tunggu... Lainnya - Hi I'm Here

tulisan merupakan pelarian dari liarnya pikiran

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

19 - Prolog

30 Desember 2021   00:19 Diperbarui: 30 Desember 2021   00:25 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga ratus enam puluh lima hari dalam setahun, tak pernah sedikit pun Arta rasakan hari demi hari dalam kurun satu tahun kebelakang bergerak tak karuan, kadang lambat kadang cepat, lambat ketika dalam tekanan cepat ketika dalam kebahagiaan, sesekali ia mengumpat pada pencipta apakah tuhan pernah berlaku adil atas semua ini,? 

"ahahaha orang macam apa aku ini, berani sekali meminta keadilan kepada yang maha adil, sudah gila otak ini."

Ia menghela napas panjang di sebuah kamar kecil tempat dimana mimpi bisa dirakit satu persatu, perlahan ruang imaji menggodanya kembali untuk masuk hanyut dalam angan, menarik segala realitas kehidupan menuju gerbang fantasi tanpa batasan, bagi Arta melamun adalah adiksi kronis diantara gelap terangnya dunia, sebuah bantala bebas yang bisa memastrubasi setiap bentuk pertanyaan serta pernyataan yang muncul seketika dalam kepala. 

Ya, begitulah kira-kira hal yang bisa membuat Arta tenang selama ini, tak perlu obat-obatan terlarang atau minuman yang memabukkan, baginya pikiran terlampau cukup untuk membuat semua seakan baik baik saja, terombang-ambing oleh segala bentuk kemungkinan tanpa memedulikan sekitar soalah bumi ini hanya milik ia seorang, dan ia mulai dari pertanyaan dasar di awal tahun kala itu. 

"apa yang harus aku perbuat setelah ini? ya betul, mau kemana arah tujuanku setelah ini.?" Ujarnya bertanya pada dirinya sendiri dalam hati.

Jika boleh jujur bagi Arta pertanyaan ini sangat sederhana namun juga menusuk, bak sebuah peluru yang ditembakkan dari senjata m416, ia hanya perlu hentakan jari untuk menembus apa saja yang ada di depannya tanpa perlu mengeluarkan suara, karena peredam yang menempel di pucuk senjatanya cukup untuk membuat semua senyap. Dan kini dihadapan Arta terdapat dua pilihan, antara melanjutkan pendidikan secara formal atau memulai dunia pekerjaan, 

"sungguh jika bisa aku jabarkan keadaan ini seperti hidup dan mati, hanya saja ini sedikit berbeda dari versi aslinya,"

Sebenarnya dilema memilih sudah menjadi rutinitas Arta belakangan ini, maklum saja penentuan masa depannya ada di dua bulan terakhir ini. Setelah proses pergolakan batin dan juga pikiran, hari itu juga arta telah mengambil keputusan, ia memilih jalur untuk melanjutkan pendidikan, karena setelah direnungkan baginya masa depan bisa dirakit lebih baik jika dibekali wawasan yang cukup luas, ia juga teringat ucapan salah seorang guru yang pernah mengajarnya waktu duduk di bangku kelas dua SMA, 

"jika kita ingin kerja keras maka siapkanlah fisik serta batin kita, namun jika kamu ingin kerja cerdas maka perbanyaklah wawasan, tempuh pendidikan setinggi mungkin, raih segala bentuk keinginan dengan kecerdasan yang kita miliki,"

Ya, walau sebenarnya Arta tak  begitu yakin seratus persen akan pilihannya saat itu, tapi setidaknya ini bisa mereda tanda tanya besar dan juga memperjelas fokus Arta selama dua bulan kedepan. Dan mulailah proses penentuan berjalan ,,, 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun