Mohon tunggu...
Aghry Amirul Salman
Aghry Amirul Salman Mohon Tunggu... Lainnya - Hi I'm Here

tulisan merupakan pelarian dari liarnya pikiran

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Imaji Mimpi

24 Februari 2021   10:39 Diperbarui: 24 Februari 2021   10:44 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pria itu menunggangi kuda putih dengan cepat menuju pohon besar di tengah sabana. Langit biru cerah berawan, mentari sejajar di atas kepala, membuat siang itu terasa gersang. Tapi untungnya rerumputan hijau yang tingginya tidak lebih dari mata kaki, di tambah angin yang cukup kencang, dan pepohonan yang cukup banyak mengelilingi sabana, menambah suasana menjadi lebih sejuk dan sempurna. 

Sesampainya di bawah pohon ia mengikat kudanya ke dahan pohon yang tidak terlalu tinggi sembari melihat lihat sekitar, nampaknya ia tidak asing lagi dengan tempat tersebut. Pria itu lalu berbalik membelakangi pohon dan mulai turun bersandar menekukkan kakinya, ia menarik nafas panjang dan membuka topi koboi yang di kenakan di kepalanya.

"Terimakasih Tuhan nikmatmu memang takan pernah bisa ku bayar sedikit pun." Katanya bergumam di dalam hati sembari tersenyum. Selang beberapa detik jatuh buah berwarna merah yang berukuran sebesar kepalan tangan orang dewasa di atas kepalanya, dan itu adalah buah apel, ternyata pria tersebut sedang duduk di bawah pohon apel. Untungnya pada saat itu Newton sudah menemukan teori gravitasinya, jadi pria tersebut tidak perlu memikirkan lagi kenapa apel itu bisa jatuh. Tanpa berpikir panjang ia mengambil apel itu lalu memakannya.

Jam berlalu begitu cepat matahari yang tadinya berada di atas kini mulai turun perlahan meninggalkan sebelah bagian bumi. Suara sayup-sayup teriakan seorang anak kecil dari kejauhan membangunkan pria itu, ternyata ia sampai tertidur pulas di bawah pohon setelah memakan apel. Ia menoleh ke sebelah barat sembari mengucek-ngucek matanya, di sana berdiri seorang anak kecil dan wanita cantik yang seumuran dengannya, melambaikan tangan kepadanya. 

Ternyata itu adalah istri dan anaknya yang sedang berada di depan rumah mewah yang cukup besar di sebelah barat sabana, ya dan rumah itu ternyata miliknya. begitu indah kehidupannya dengan segala kebahagiaan dan kesuksesan yang sedang ia rasakan. Lalu pria tersebut mulai berdiri dan melepaskan tali pengikat kuda putihnya, namun entah kenapa karena mungkin masih setengah sadar dari tidurnya, ia pun terjatuh saat kaki kanannya salah meletakkan pijakan di atas sanggurdi. 

Seketika semuanya jadi hitam tidak terlihat apa-apa, ia mencoba membuka matanya, dan mulailah terlihat sebuah cahaya remang-remang yang mulai menusuk penglihatannya, menerangi perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, diiringi dengan suara bising dari sebelah kanan telinganya yang semakin kencang. Dengan begitu kaget pria tersebut terbangun dan melihat sebuah atap rumah dan suara alarm dari telepon genggamnya yang d letakan di meja sebelah kanan tempat ia tidur malam itu. 

Ternyata pria tersebut terbangun dari mimpi indahnya di sebuah kamar kecil dengan kasur yang sudah mulai lapuk, atap yang sudah mulai tua dan barang-barang yang berserakan di sekitarnya. Dengan raut wajah yang cukup kesal dan mukanya yang masih mengantuk, ia mengoceh tidak jelas pada diri sendiri atas kenyataannya saat ini yang tidak seindah dengan apa yang ia mimpikan tadi.

"ress... aress... bangun res sudah pagi... sini ke dapur... tolong bantu mengupas singkong." Kata seorang wanita paruh baya yang suaranya sudah mulai serak dari luar kamar memanggil. Ya pria tersebut adalah Artagena Ares Patricier ia lebih sering di panggil Ares di rumahnya, dan  di panggil Gena oleh teman-temannya. Ia adalah seorang pelajar kelas 3 SMA yang mempunyai mimpi besar untuk merubah kehidupannya yang sekarang. 

"Iya buu bentar,,, ares rapihin kamar dulu." Jawab Ares dengan nada lesu karena masih tidak menerima bahwa yang di rasakan tadi hanyalah mimpi. Ya dan suara wanita yang memanggil Ares itu adalah orang tuanya Ares, ibu kandung lebih tepatnya. Dan di usianya yang akan menginjak 50 tahun ini ia masih saja bersemangat untuk berjualan keripik singkong di depan rumahnya. Seperti hari-hari biasanya setelah kepergian sang ayah yang entah kemana hingga sampai saat ini, Ares selalu bangun pagi untuk membantu ibunya membuat keripik singkong, menahan rasa ngantuk karena jam tidur Ares yang kadang larut malam sudah menjadi kebiasaan buruk yang ia lakukan setelah masuk lingkungan SMA. Ares adalah anak tunggal satu satunya yang di miliki oleh sang ibu, di rumah yang sudah mulai tua Ares hanya tinggal berdua.

Dan pagi itu setelah membantu ibunya, Ares bergegas untuk bersiap menjalankan kewajiban dan rutinitasnya yaitu pergi ke sekolah. Jarak antara sekolah Ares dan rumahnya tidak begitu jauh jika jalan kaki memerlukan waktu 20 menit.

"bu ares berangkat mau nyari si ilmu di sekolah." Teriak Ares kepada ibunya yang sedang sibuk masak di dapur. "iyaa hati-hati nak." Saut sang ibu. Ares memang jarang untuk bersalaman dan berpamitan langsung saat pergi ke sekolah karena ia tau ibunya sedang sibuk, dan ibunya pun paham akan hal tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun