Mohon tunggu...
Muhammad Afsal Fauzan S.
Muhammad Afsal Fauzan S. Mohon Tunggu... Penulis, Jurnalis, Web Developer

Tukang baca, tukang nulis.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur

Minim Pemahaman Akuntansi, UMKM Bisa Runtuh dan Cepat Bangkrut

7 Juli 2025   10:47 Diperbarui: 7 Juli 2025   10:47 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pencatatan keuangan. (Foto: Unsplash/Kelly Sikkema)

Pelaku UMKM semakin merebak di tengah ketidakpastian ekonomi. Tetapi, tidak sedikit pula ada UMKM yang runtuh dan cepat bangkrut bahkan kurang dari setahun. Masalah utama UMKM adalah pengelolaan keuangan, baik untuk menggaji karyawan atau operasional. Minimnya pemahaman Akuntansi yang sesuai standar mengancam UMKM untuk gulung tikar lebih cepat.

Kita semua tahu, UMKM sudah berkontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07% dan menyerap 97% tenaga kerja. Saat krisis moneter 1997 dan Covid-19 merebak UMKM terbukti bisa membuat perkembangan ekonomi lebih stabil dan dinamis. Tapi, dengan ancaman resesi global dan geopolitik dan daya beli masyarakat yang rendah memberikan ancaman baru bagi UMKM.

Itu sebabnya, UMKM harus mulai paham tentang standar Akuntansi yang baik demi kelangsungan bisnis. Sebab, akar dari keuangan bukan pendapatan, melainkan manajemen pengeluaran yang lebih teratur dan bijak.

Kendala Dalam Pemahaman dan Praktik Akuntansi UMKM

Masih banyak pelaku UMKM yang menganggap bahwa Akuntansi adalah hal yang rumit dan ribet secara teknis. Mulai dari keakuratan data, kesesuaian waktu, dan biaya yang diperlukan menjadi pertimbangan serius bagi UMKM. Misalnya, pemilik kerajinan anyaman bambu merasa ribet karena perlu teliti untuk membayar karyawan yang bisa akuntansi atau membutuhkan waktu yang banyak bagi pemilik UMKM untuk belajar akuntansi.

Tidak bisa dipungkiri, masih banyak pelaku UMKM yang memilih mengandalkan ingatan dalam menghitung keuangan mereka karena dianggap simpel dan tidak rumit. Dengan mengandalkan ingatan, mereka tidak memerlukan kecermatan dan tak perlu keluarkan biaya lagi. Bahkan, tidak sedikit pelaku UMKM yang malah merasa tenang hanya dengan mengingat dan langsung memasukkan uang ke bank setelah dibayar.

Kurangnya kemampuan dalam pengelolaan laporan keuangan membuat UMKM tidak dapat membedakan antara keuangan pribadi dan usaha. Akibatnya, mereka kebingungan saat membutuhkan dana untuk keperluan usaha karena uang usaha sering tercampur atau digunakan untuk keperluan pribadi.

Tingkat pendidikan juga ikut andil bagi kelangsungan UMKM. Tingkat pendidikan dan pengetahuan akuntansi yang rendah menjadi hambatan signifikan. Ada pemilik UMKM yang cuma lulusan SMP atau SMA yang tentu saja tidak paham tentang akuntansi. Bahkan, yang lulusan S1 sekali pun mungkin tidak punya ilmu akuntansi yang cukup sehingga melemahkan pertumbuhan UMKM.

Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang paham Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (SAK EMKM) juga jadi hambatan. SAK EMKM dibuat oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) agar menyempurnakan pencatatan akuntansi bagi UMKM. Tapi, masih banyak yang belum paham bahkan belum tahu soal standar ini sama sekali. 

Ketidakpastian laba yang diperoleh UMKM juga jadi pemicu masalah. Pelaku UMKM biasanya cuma memperkirakan pemasukan dan pengeluaran tanpa pencatatan detail, terutama jika laba yang didapatkan tidak konsisten atau musiman.

Terakhir, pelatihan bagi UMKM belum menyentuh ranah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Hal ini menyebabkan mereka beranggapan bahwa akuntansi tidak penting karena minimnya informasi. Pelaku UMKM pasti mau melakukan pencatatan keuangan kalau pelatihannya ada dan memadai.

Dampak Finansial Langsung dan Tidak Langsung

Kurangnya laporan keuangan yang memadai seringkali jadi hambatan utama bagi UMKM agar mendapatkan akses pembiayaan atau pinjaman dari lembaga keuangan formal karena persyaratannya yang ketat. Bank atau lembaga keuangan formal biasanya mensyaratkan UMKM untuk menyerahkan laporan keuangan untuk dapat memperoleh bantuan modal. Survei databoks.com menunjukan bahwa 60,2% UMKM cuma bisa bertahan dengan modal sampai tiga bulan, bahkan 21,34% hanya mampu untuk satu bulan.

Tanpa pencatatan akuntansi yang jelas, UMKM tidak bisa mengetahui kinerja keuangan perusahaan, memisahkan harta pribadi dan usaha, mengetahui posisi dana, membuat anggaran yang tepat, menghitung pajak, dan mengetahui aliran uang tunai. Tentu, ini menyulitkan pelaku usaha dalam mengambil keputusan strategis demi pengembangan bisnis.

Keterbatasan modal dan pengelolaan keuangan yang buruk secara langsung berdampak pada kemampuan UMKM dalam membayar gaji karyawan secara konsisten, seperti yang diasumsikan pelaku UMKM untuk menghemat biaya. Masalah dalam manajemen SDM, termasuk kendala keuangan dan kurangnya keterampilan juga merupakan tantangan internal UMKM.

Mendorong Literasi Akuntansi Dengan Dukungan Terpadu

Pemerintah dan lembaga terkait harus meningkatkan edukasi yang komprehensif tentang pentingnya akuntansi dan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), khususnya SAK EMKMM yang disederhanakan. Pelatihan ini harus mencakup pengelolaan keuangan dasar, pemasaran internasional, dan strategi ekspor.

UMKM juga harus didorong agar memiliki akses ke berbagai skema pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang menawarkan bunga rendah dengan syarat yang lebih longgar. Misalnya, diberi akses untuk mendapatkan pinjaman tanpa agunan tambahan untuk KUR Mikro.

Di era yang serba otomatis seperti sekarang ini, UMKM wajib memanfaatkan potensi digital dengan menyediakan akses ke platform e-commerce dan pelatihan pemasaran digital. Penggunaan gadget dan aplikasi sederhana bisa membantu UMKM dalam pencatatan operasional demi mengefisiensikan waktu dan energi.

Pemerintah, lembaga keuangan, dan masyarakat wajib memberi dukungan yang konsisten dan berkelanjutan memperkuat sektor UMKM. Tanpa dukungan yang memadai, slogan tulang punggung ekonomi Indonesia bagi UMKM terkesan seperti cinta bertepuk sebelah tangan sehingga memunculkan pesimisme bagi UMKM untuk bertumbuh.

Jika kendala di atas tidak bisa diatasi, UMKM akan terus kesulitan bersaing, terlambat dalam pengembangan, dan rentan terhadap kebangkrutan, dan ujungnya akan berdampak buruk pada ekonomi nasional.

Pencatatan dan pelaporan keuangan yang baik merupakan fondasi penting bagi setiap lini usaha, termasuk UMKM. Dengan begitu, UMKM mampu membuat keputusan yang tepat, memantau kesehatan finansial, dan merencanakan strategi pertumbuhan.

Dengan dukungan yang tepat dan komitmen dari UMKM sendiri untuk meningkatkan kompetensi, sektor ini akan terus berkontribusi lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi nasional dan memperkuat posisi Indonesia di perekonomian global dengan ketidakpastian yang masih memberi keraguan bagi masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun