Kesehatan dalam bekerja belakangan ini jarang dibahas sebagai tema yang penting dalam memenuhi kesejahteraan buruh. Terutama bagi pekerja yang bekerja shift malam. Sebab, dari apa yang saya lihat dan rasakan, kesehatan pekerja shift malam kerap terabaikan meskipun punya banyak risiko. Bukannya diberi fasilitas karena bisa bekerja dengan melawan kodrat tubuh, malah tekanan tambahan yang diberikan.
Saya pernah bekerja shift malam di sebuah perusahaan FMCG yang memproduksi air mineral kemasan yang katanya ada manis-manisnya. Di departemen saya, pekerja shift pagi, siang, dan malam dirolling secara bergilir seminggu sekali. Dan, kebetulan sekali, saya diberi kepercayaan (atau mungkin kutukan) untuk bekerja shift malam.
Untungnya saya tidak sendiri, karena ada senior saya yang menemani bekerja. Sebagai karyawan yang masih terbilang baru, tentu saya masih membutuhkan banyak arahan dan bimbingan agar bisa tahu ritme dan budaya kerja di sini. Meski pada kenyataannya, ritme dan budaya kerja di sini sangat cepat dan bisa dibilang aneh.
Dalam seminggu shift 3, bisa ada satu sampai dua kali sidak. Betul, sidak. Departemen Industrial Relation and General Affair atau yang biasa disebut IRGA, akan menjadi 'polisi' yang berkeliling pada jam-jam tertentu untuk memastikan tidak ada karyawannya yang tidur saat bekerja. Tidak hanya tidur, karyawan yang bermain game di waktu kerja juga akan kena imbasnya. Pokoknya yang melanggar peraturan perusahaan akan kena imbasnya.
Malam itu, sungguh disayangkan ada dua orang yang terkena sidak. Seorang dari departemen produksi dan seorang lagi dari departemen QC. Karyawan produksi kedapatan tengah tidur di musala pada jam kerja. Sementara karyawan QC kedapatan sedang login game PUBG, dan pas banget dipotret oleh polisi IRGA.
Besoknya, kepala unit masing-masing departemen pun dipanggil. Dari gosip yang beredar, mereka berdua mendapatkan sanksi yaitu potongan masa kontrak menjadi tiga bulan. Kasus yang saya rasakan dan lihat sendiri ini sangat bertentangan dengan berbagai teori selama saya kuliah S1 Manajemen di Bandung.Â
IRGA merupakan departemen yang seharusnya menjadi jembatan antara karyawan dan perusahaan. Mereka memastikan perusahaan memenuhi K3 dan UU Ketenagakerjaan, juga memastikan karyawan melaksanakan kewajibannya. Tapi, dari apa yang saya rasakan dan dengar dari senior, IRGA ini belum pernah membuat acara untuk menyerap aspirasi karyawan.
Selain itu, seharusnya IRGA memastikan karyawan mendapatkan fasilitas yang layak. Terlebih dalam bekerja di shift malam. Tidak cuma jam istirahat. Bisa dengan air minumnya, kopi, dan lain-lain yang tentu bisa membantu pekerjaan bisa lebih mudah. Jangan cuma menuntut karyawan untuk bekerja layaknya robot.
Saya tidak membenarkan karyawan yang tidur dan bermain game di jam kerja. Tapi, saya melihat, situasinya adalah para karyawan sedang bekerja di shift 3. Untuk kasus karyawan tidur, jelas itu sangat wajar. Mau sebanyak apapun tidur di siang hari, tidak akan bisa menggantikan tidur malam. Kalau main game jangan ditanya lah, pantas itu dihukum.
Harusnya, perusahaan juga mengerti tentang kesehatan fisik dan mental para pekerja shift malam. Bukan malah diberi tekanan tambahan yang malah membuat karyawan stres berlebih. Tidak sedikit saya dapati rekan kerja saya di departemen engineering yang matanya merah dengan jalan lemas. Ada juga karyawan yang setiap istirahat tengah malam minum minuman berenergi setiap hari.