Use, tokoh desa lainnya, menambahkan:
“Kami jadi tercerahkan. Ternyata tanpa harus bekerja di kota pun, potensi desa bisa dimaksimalkan. Kerja di desa, tapi rezekinya bisa setara kota.”
Generasi muda pun turut merasakan manfaat dari hadirnya pelatihan ini. Tiana, pemuda Cikareumbi, mengaku lebih percaya diri setelah pelatihan. “Dulu saya asal bikin konten TikTok. Sekarang saya tahu cara mengemasnya agar menarik dan bermanfaat untuk kampung saya,” ujarnya.
Pelatihan ini dilaksanakan dalam tiga tahap. Sheila Kurnia Putri mengajarkan literasi digital dan pengelolaan platform media sosial. Shauma Silmi Faza membimbing teknik fotografi, videografi, serta pembuatan konten kreatif. Puncaknya, Arif Budiman menekankan strategi manajemen promosi media sosial, dan optimasi website resmi Festival Perang Tomat.
Sebagai penutup, tim ISBI Bandung menyerahkan perangkat penunjang berupa router WiFi,, mikrofon, dan flashdisk untuk mendukung praktik pembuatan konten. Selain itu, dipasang pula sebuah plang “Mekar Budaya” sebagai penanda resmi destinasi wisata budaya, memudahkan wisatawan mengenali lokasi Cikareumbi.
Menyalakan Kembali Semangat Desa
“Festival Perang Tomat harus menjadi kebanggaan budaya sekaligus motor ekonomi kreatif di desa,” tegas Sheila Kurnia Putri.
Warga juga berharap pemerintah turut mengambil peran dalam mendukung keberlanjutan festival. Kolaborasi antara masyarakat, perguruan tinggi, perusahaan swasta, dan pemerintah dinilai penting agar Perang Tomat tidak hanya hidup kembali, tetapi juga terus berkembang sebagai identitas budaya sekaligus sumber kesejahteraan warga Cikareumbi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI