Mohon tunggu...
Afifatul Khoirunnisak
Afifatul Khoirunnisak Mohon Tunggu... Petani - Sarjana Pertanian

Menikmati perjalanan hidup dengan belajar dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Petrichor di Ujung Senja (Part 1)

27 Januari 2020   19:50 Diperbarui: 27 Januari 2020   19:56 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Petrichor yaitu aroma alami air hujan yang turun membasahi tanah yang kering. Bagi sebagian orang, petrichor bisa sangat menyenangkan dan menenangkan. Salah satu hal yang dirindukan dari hujan.

Sore itu, sisa-sisa rintik hujan telah menguap. Menyisakan udara yang cukup gerah di kota ini. Membuat ku menyesal telah membawa payung dari rumah dan memakai baju tebal. Hiruk pikuk kendaraan lalu lalang. Hilir mudik pejalan kaki, entah menghabiskan sore bersama keluarga, sang kekasih, rekan kerja, ataupun teman menambah ramai kawasan ini.

Di tempat ini kami berjanji untuk bertemu. Entah pertemuan yang ke berapa kalinya aku tidak mengingatnya. Yang aku ingat, di sepanjang hari ini aku berusaha keras tidak melewatkan janji itu. Dia bukanlah orang spesial, tapi jujur, aku sedikit menantikannya.

"Aku sudah sampai di lokasi" katanya via WhatsApp.

Aku melirik jam tangan. Melihat apakah waktu yang kumiliki cukup banyak atau tidak. Dengan kilat, aku berganti pakaian. Aku tidak punya cukup banyak waktu, karena sebelum petang dia sudah harus meninggalkan kota ini.

Di tengah kerumunan, kucari sosoknya. Cukup sulit karena kawasan ini merupakan pusat wisata. Akhirnya aku menemukan dirinya tengah sibuk memilih pernak pernik oleh-oleh untuk dibawa pulang.

"Apa kabar?" itu yang dia ucapkan pertama kalinya.

"Dimana yang lainnya?" balasku bertanya ketika menyadari dia seorang diri.

Yang aku tahu, dia ke kota ini dalam rangka tugas kerja. Dia menunjuk ke arah temannya yang sedang menunggu di seberang jalan.

Kami menyusuri sepanjang jalan ini bertiga. Meskipun sudah dikenalkan dengan temannya, aku merasa cukup canggung. Obrolan ringan membersamai langkah kaki kami. Entah karena menyadari kondisi ini ataupun hal lainnya, akhirnya teman kerjanya pamit terlebih dahulu. Meninggalkan kami berdua.

Menghabiskan sore hari berdua di kota ini. Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Sepanjang perjalanan, mulutku tidak berhenti bercerita. Sudah lama kami tidak bertemu. Ada sedikit kerinduan untuk bercerita seperti masa-masa kuliah dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun