Mohon tunggu...
Affa Esens
Affa Esens Mohon Tunggu... Lainnya - @affa_esens

*ما حفظ فر، وما كتب قر*⁣ Bahwa, apa yang kita ingat-ingat saja, pasti akan lari (lupa). Dan apa yang kita tulis, pasti akan kekal.⁣ #bukutentangjarak #bukutuanrumah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Nostalgia Koko Putih

9 Juli 2019   09:16 Diperbarui: 9 Juli 2019   15:28 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara lurah pondok terus berkata, aku hanya diam. Merundukkan kepala. Dan, sorakan makin merajalela.

# # # #

Rupa-rupanya Naufal senang menerima tawaran baju itu. Tapi Istriku masih saja terlihat bertele-tele menunjuki pakaian, mencari model lain. Maklumlah, ibu-ibu. Kang maman seperti tak punya lelah, tetap saja memberikan tawaran produk terbaiknya.

Tiba-tiba Hp ku berdering, ada gambar masuk via Wats app dari Dinda, istriku. Terlihat gambar baju beraneka ragam dengan pesan tambahan; Mas, baju yang bagus buat Naufal mana ya?. Aku tersenyum. Memperbaiki posisi duduk. Terserah samian saja. Sepertinya warna putih jauh lebih bagus, balasku.

Kulihat Dinda dari dalam mobil, ia mengangguk-angguk sambil tersenyum. Bersama lambaian angin yang sibuk merayapi pakaian yang tertata rapi di langit-langit ruko itu. Juga gaun biru yang Dinda pakai, menggelayut amboi indahnya. Membuat senyumnya semakin merona sempurna. Anggunnya Dinda-ku. Tak lama kemudian, Kang Maman menyodorkan Baju koko putih yang ia ambil dari dalam etalase belakang Naufal.

# # # #

            Selepas itu, saat para santri sudah bubar, hanya tinggal beberapa saja yang masih duduk bersila menghadap qiblat sambil menggerak-gerakkan bibirnya, Si penjaga Jama'ah mendekatiku. Di bajunya putih garis-garis hitam yang ia kenakan tertera nama, "Maman Suratpradja". Aku menenggelamkan kepalaku. Dasar, Maman!! Celetukku dalam hati.

"Siapa namamu?". Tanyanya dengan tangan tersingkap kebelakang.

"Saya Hasib Nur Alim Kang". Jawabku.

 Aku masih merundukkan kepala. Dan yang pasti, aku tak tau seperti apa gurat wajahnya saat ini. Entah seperti saat ia membentakku tadi? Atau lebih dari itu? Aku tak tau.

"Kenapa samian nggak taat peraturan? teman-teman samian segitu banyaknya ituloh nggak ada yang melanggar". Ungkapnya. Aku sedikit mendongakkan kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun