Mohon tunggu...
Fahad Adzriel
Fahad Adzriel Mohon Tunggu... Mahasiswa Islamic Studies of International Open University (Indonesia) Gambia, Afrika

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kambing Pak Kardi

13 Oktober 2025   07:10 Diperbarui: 12 Oktober 2025   21:36 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kambing Pak Kardi (by: Fahadzriel)

Dalam kekacauan itu, seekor kambing hitam berdiri di pinggir hutan. Ia melihat desanya porak-poranda. Matanya seakan berkata, "Kalian mengusirku berulang kali, tetapi akar masalahnya tetap kalian pelihara di sini."

Seorang nenek tua, satu-satunya yang masih ingat asal-usul desa, mendatangi kerumunan warga yang sedang gaduh. Suaranya lirih tapi menembus jiwa.

"Kakek moyang kita mulai ritual itu bukan untuk menyelesaikan masalah, tetapi karena mereka takut menghadapi kenyataan bahwa merekalah penyebabnya," ujarnya. "Mereka menebang hutan untuk lahan, mengotori sungai dengan limbah, dan saling mencurigai. Kambing itu hanyalah simbol pengingat agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Bukan untuk kita salahkan!"

Dia menunjuk ke bukit yang gundul. "Kita semua yang menebang pohon, demi uang cepat. Kita semua diam ketika dana desa diselewengkan. Kita semua memilih mencaci daripada bertanya. Kita telah mengorbankan akal sehat dan tanggung jawab kita pada seekor kambing, sambil berpura-pura masalah telah selesai."

Diam menyergap. Untuk pertama kalinya, mereka melihat ke dalam diri sendiri.

Keesokan harinya, tanpa komando, warga desa dari Pak Kardi, Bu Dian, hingga Kepala Desa mulai bekerja bersama. Mereka tidak lagi mencari siapa yang pantas disalahkan, tetapi memikul sekop dan peralatan untuk membersihkan puing, merencanakan penghijauan kembali bukit, dan mengaudit keuangan desa secara transparan.

Mereka menyadari bahwa kambing hitam terbesar yang pernah mereka ternakkan adalah mentalitas mereka sendiri. Dan hari itu, akhirnya, mereka memutuskan untuk mengusir sang "kambing" itu untuk terakhir kalinya, keluar dari pikiran dan hati mereka.

Epilog: 

Kambing hitam terbesar

Bukan yang berdiri di pinggir hutan

Tapi yang bersemayam di pikiran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun