Mohon tunggu...
Farid Muadz Basakran
Farid Muadz Basakran Mohon Tunggu... Administrasi - Advokat

#Advokat #Mediator #Medikolegal I Pendiri BASAKRAN dan GINTING MANIK Law Office sejak 1996 I Sentra Advokasi Masyarakat I Hotline : +62816 793 313

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bolehkah Penyidik Mengalihkan Tindak Pidana Biasa Menjadi Tindak Pidana Ringan?

18 Januari 2017   11:04 Diperbarui: 18 Januari 2017   11:20 2044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada hari Selasa 12 Mei 2015 subuh penulis menjadi korban tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh seorang oknum anggota Satintelkam Polres Bogor berpangkat Brigadir di alun-alun Masjid Agung Empang Kota Bogor. Penulis saat itu hendak berangkat menjalankan profesi Advokat memenuhi jadwal sidang di Pengadilan Negeri Bandung. Atas kejadian tersebut sesuai dengan locus delictipenulis sudah melaporkannya sebagai tindak pidana penganiayaansebagaimana dimaksud pasal 351 KUHPidanasesuai dengan Laporan Polisi No. Pol : LP/408/B/V/2015 tanggal 12 Mei 2015 di Polresta Bogor Kota. Atas luka-luka akibat penganiayaan tersebut dan kondisi kesehatan penulis di RS Bhayangkara Kota Bogor dan sudah  dibuatkan Visum et Repertum untuk itu.

Penulis sebagai korban pun sudah diperiksa sebagai saksi pada 25 Juni 2015 bersamaan dengan istri penulis yang menjadi saksi akibat perbuatan tersangka tersebut. Penulis diperiksa. Terhadap penulis sudah ada pemeriksaan tambahan pada November 2015. Barang bukti berupa kemeja yang penulis kenakan pada waktu kejadian dan sebagai salah satu akibat dari tindak pidana penganiayaan yang dilakukan oleh tersangka pun sudah di sita oleh penyidik Polresta Bogor pada 25 Juni 2015.

Namun terhadap tersangkanya baru dilakukan pemeriksaan pada 7 Juli 2015. Dan tidak ada pemeriksaan tambahan terhadap tersangka yang merupakan oknum anggota Satintelkam Polres Bogor tersebut. Menurut pengakuan penyidiknya melalui surat elektronik kepada penulis, sudah beberapa kali dilayangkan nota dinas kepada Atasannya di Polres Bogor untuk menghadapkan tersangka namun tidak digubris.

Pada prinsipnya peristiwa pidana penganiayaan dimana penulis menjadi pengadu dan korbannya ini sudah memenuhi unsur-unsur pidana materiil sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUH Pidana, dan secara formiil sudah memenuhi setidaknya 4 (empat) dari 5 (lima) alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud pasal 184 ayat (1) KUHA Pidana, yakni :

Keterangan 2 (orang) orang saksi yang berkaitan yakni penulis sebagai saksi korban dan saksi istri penulis (huruf a Pasal 184 ayat (1) KUHAP);

Keterangan Ahli berupa Visum et Repertum dari RS Bhayangkara Kota Bogor (huruf b Pasal 184 ayat (1) KUHAP;


Petunjuk berupa barang bukti kemeja warna merah garis-garis putih yang dipakai penulis ketika menjadi korban kejahatan tersangka EG (huruf d Pasal 184 ayat (1) KUHAP); dan

Keterangan terdakwa/tersangka EG bin AR (huruf e Pasal 184 ayat (1) KUHAP).

  • *************

Karena tidak ada kejelasan dari penyidik soal tindak lanjut perkara yang penulis adukan, akhirnya penulis mengajukan permohonan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Bogor pada tanggal 12 April 2016 dengan Termohon Polresta Bogor Kota yang terdaftar dalam Register Perkara Pidana No. 01/Pid.Pra-Peradilan/2016/PN.Bgr tanggal 12 April 2016 dan sengketa mana telah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Bogor pada 25  April 2016 dengan Nomor : 01/Pid.Pra-Peradilan/2016/PN.Bgr, dengan amar putusan sebagai berikut :

MENGADILI :

DALAM EKSEPSI :

- Menerima Eksepsi yang diajukan oleh Termohon;

DALAM POKOK PERKARA :

  • MenyatakanPermohonan Praperadilanyang diajukan olehPemohonFARID MU’ADZ, SH tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard);
  • Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara sebesarRp. 5.000,- (Lima ribu rupiah).

Atas putusan tersebut penulis tidak puas dan keberatan dengan Putusan Pengadilan Negeri Bogor tersebut, dan lalu mengajukan Permohonan Kasasi atas Putusan Pengadilan Negeri Bogor No. : 01/Pid.Pra-Peradilan/2016/PN.Bgr a quo, berdasarkan Akta Pernyataan Kasasi No. 01/Pid.Pra/2016/PN.Bgr tanggal 28 April 2016.

Berdasarkan Akta Pernyataan Kasasi tersebut, penulis kemudian membuat Memori Kasasi dan sudah berusaha menyampaikannya pada tanggal 02 Mei 2016, namun ditolak oleh Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bogor berdasarkan informasi di media massa mengenai terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI No. 4 tahun 2016 yang menurut berita saat itu melarang Upaya Kasasi dan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan. Padahal Perma No. 4 tahun 2016 pada saat itu belum diundangkan karena dalam proses Pengundangan di Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham RI, dan meteri muatan Perma No. 4 tahun 2016 tersebut mengenai larangan mengajukan peninjauan kembali terhadap perkara praperadilan, bukan larangan untuk mengajukan permohonan kasasi atas putusan praperadilan.

Lalu karena ditolak Permohonan Kasasi dan Memori Kasasi atas Perkara Penganiayaan yang penulis adukan pada 12 Mei 2016 kepada penulis berdasarkan Laporan Polisi No. Pol : LP/408/B/V/2015, tidak ditangani dan tidak ditindaklanjuti secara profesional dan proporsional berdasarkan UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, kemudian penulis mengajukan Permohonan Praperadilan untuk kedua kalinya pada 21 Desember 2016 yang terdaftar di kepanieteraan Pengadilan Negeri Bogor dengan No. 02/Pid.Pra-Peradilan/2016/PN.Bgr. Beberapa hari kemudian ditetapkan sidang pertama oleh Hakim yang berlangsung pada hari Rabu tanggal 28 Desember 2016.

Namun pada hari Selasa tanggal 26 Desember 2016 sekitar pukul 15.38 wib, istri penulis, menerima kedatangan Aiptu AR anggota Satreskrim Polresta Bogor Kota mengantarkan surat Nomor : SP2HP/1250/XII/2016 Perihal : Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (?) (SP2HP) tertanggal 20 Desember 2016. Selain SP2HP didalam angka 3 SP2HP disebutkan bahwa penyidik juga mengundang penulis untuk menghadiri sidang sebagai saksi/korban di pengadilan kota Bogor pada hari Selasa/27 Desember 2016 Waktu : 10.00 wib s/d selesai, karena perkara yang saya laporkan adalah tindak pidana ringan sebagaimana dimaksud pasal 352 KUHP dan tidak wajar akhirnya penulis tidak menggubris SP2HP yang janggal tersebut.

Pada hari Jum’at tanggal 30 Desember 2016, kami menerima kembali Berita Acara Pemeriksaan Tipiring Nomor : BAP/TPR-01/XII/2016/RESKRIM tertanggal 27 Desember 2016 yang ditandatangani oleh Ipda NS PB, STK (NRP 93xxxxxx) yang masing-masing ditujukan kepada penulis dan istri penulis. Atas BAP Tipiring tersebut, kami sudah menyatakan menolak dalam Surat Tanda Terima No. Pol : 53/XII/2016/Reskrim, dengan membuat catatan penolakan atas BAP Tipiring tersebut karena yang kami laporkan perkara penganiayaan berdasarkan Pasal 351 , dan bukan didasarkan pada Pasal 352 tersebut. Dalam administrasi penyidikan sejak Laporan Polisi, Surat Perintah Penyidikan, Panggilan Saksi, SP2HP, SPDP, dan lain-lainnya semuanya berdasarkan pasal 351 KUH Pidana.

Kesan memaksakan kehendak dari Penyidik Polresta Bogor Kota untuk mengalihkan pasal yang disangkakan dari pasal 351 KUHPidana menjadi pasal 352 KUHPidana sangat kuat sekali. Perkara yang kami adukan kepada Penyidik Polresta Bogor tersebut pun secara formil sudah memenuhi 4 (empat) alat bukti yang sah menurut pasal 184 ayat (1) KUHAP yakni adanya keterangan saksi, keterangan ahli berupa visum et repertum, dan petunjuk berupa kemeja yang rusak sebagai barang bukti, serta keterangan tersangka di depan penyidik. Secara materiil pun perbuatan pidananya sudah memenuhi unsur pasal 351 ayat (1) KUHPidana bukan pasal 352 KUHPidana. Perbuatan tersebut secara materiil menimbulkan rasa sakit (pijn) akibat luka-luka yang didasarkan pada keterangan Ahli berupa visum et repertum. Akibat rasa sakit tersebut secara materiil sudah penulis berikan keterangan bahwa merasakan sakit di leher bagian bawah dan tenggorokan selama sekitar 5 (lima) hari akibat dicekik oleh tersangka EG bin AR dan adanya fakta mengakibatkan penulis tidak bisa melakukan pekerjaan profesional saya sebagai Advokat dan Konsultan Hukum. Hal ini juga dikuatkan oleh keterangan istri penulis di depan Penyidik Polresta Bogor Kota.

*********************

Bahwa memang benar berdasarkan Pasal 205 – Pasal 210 KUHAP diatur mengenai acara pemeriksaan cepat dan kewenangan-kewenangan Penyidik untuk melimpahkan perkara tindak pidana ringan kepada Pengadilan Negeri setempat.

Namun demikian tidak ada dasar hukum yang dapat ditemukan dalam KUHAP yang membolehkan Penyidik untuk mengalihkan secara serta merta suatu tindak pidana biasa dengan acara pemeriksaan cepat diubah menjadi tindak pidana ringan dengan acara pemeriksaan cepat.

Menurut pendapat M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya Pembahasan, Permasalahan dan penerapan KUHAP Jilid II,Pustaka Kartini, Cet. Kedua 1988, halaman 971, beliau memberikan pendapat soal pengalihan jenis acara pemeriksaan acara pidana, yakni :

“Jadi yang dilarang undang-undang :

  • membawa pemeriksaan perkara yang lebih tinggi kualitasnya ke dalam acara yang lebih rendah derajatnya,
  • jenis perkara dengan acara pemeriksaan biasa lebih tinggi kualitasnya dengan derajat acara pemeriksaan singkat. Karena hal itu nyata-nyata sangat merugikan kepentingan terdakwa. Demikian pula halnya kualitas jenis perkara secara singkat, lebih tinggi derajatnya daripada acara cepat. Oleh karena itu dilarang membawa perkara jenis acara singkat ke dalam proses pemeriksaan dengan acara cepat.”

Berdasarkan hukum acara pidana dan doktrin hukum dari M. Yahya Harahap, S.H. tersebutmaka jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum acara pidana yang dilakukan oleh Penyidik Polresta Bogor Kota tersebut yang menurunkan acara pemeriksaan acara cepat menjadi acara pemeriksaan cepat, hanya karena untuk melindungi perbuatan pidana oknum anggota Satintelkam Polresta Bogor tersebut.

Bila terdakwa saja dirugikan, menurut M. Yahya Harahap tersebut, maka secara a contrario, penulis sebagai saksi dan korban jelas juga sangat dirugikan hak dan kepentingannya.

*******************

Seakan-akan tidak beralasan semua argumentasi kami dalam praperadilan dan dalam korespondensi dengan pihak Pengadilan Negeri Bogor, akhirnya perkara ini dengan cukup nekatnya disidangkan oleh Pengadilan Negeri Bogor dan sudah diputus terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (bulan) dan denda sebesar Rp. 4.500,-.

Sebagai saksi dan korban kami merasa dirugikan dan serasa dibodohi oleh berbagai pihak akibat tindakan ceroboh Penyidik Polresta Bogor Kota tersebut. Jalan terakhir yang bisa kami tempuh adalah mengajukan Permohonan Uji Material terhadap Pasal-pasal dalam KUHP yang melanggar hak-hak konstitusional kami selaku warga negara untuk mendapatkan keadilan dan proses hukum yang fair dan transparan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

Baca juga artikel ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun