Tingkatan maulid ini ada tiga macam. Mulai dari menyongsong, menduabelas, dan maanta. Ketiga macam itu tetap badikie. Hanya saja lamanya yang berbeda. Kalau menyongsong itu bedikie sekedar orang siak kampung itu. Paling sampai pukul 24.00 Wib.
Kalau menduabelas, itu semalam sehari. Baralek gadang namanya di masjid. Sedangkan maanta, juga sama dengan menyongsong. Tak pakai lama, dan tak mengundang tamu dari luar.
Di tengah pandemi saat ini, peringatan maulid sedikit berkurang. Apalagi pemerintah daerah telah mengeluarkan aturan untuk tidak melakukan perhelatan, baik di rumah maupun di tempat umum. Meskipun demikian, yang telah membuat kesepakatan untuk maulid, tetap saja diadakannya.
Seperti yang maulid malam Rabu, tak ada orang siak-nya yang pakai masker. Jarak duduknya tetap seperti biasa pada saat belum ada pandemi covid-19. Dan memang, kalangan orang siak ini masih kaku memakai alat penutup hidung dan mulut tersebut.
Yang namanya wabah tidak saja zaman sekarang adanya. Sejak zaman saisuak sudah ada. Hanya namanya yang berbeda, sesuai perkembangan ilmu pengetahuan.Â
Nabi memang melarang ummatnya untuk datang dan berkunjung ke wilayah zona merah. Begitupun yang berada di zona merah, jangan pergi dan bepergian ke tempat yang belum terkena wabah.
Tentu cerita peringatan maulid dengan cara syarafal anam badikie ini, hanya adat salingka nagari. Artinya, pengunjung dan undangan orang siak pandai dikie di datangkan dari seantero Padang Pariaman.
Inilah cara rang Piaman menghormati Nabi Muhammad Saw. Dari cara itu, tertanam rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan, dan rasa memiliki. Dengan peringatan maulid ini masyarakat bisa membangun rumah ibadah, memperindah bangunan masjid yang masih terbengkalai, serta membuat sarana lainnya untuk kepentingan banyak orang.