Mohon tunggu...
Adriyanto M
Adriyanto M Mohon Tunggu... Menyimak Getar Zaman, Menyulam Harapan

Ruang kontemplasi untuk membaca dinamika dunia dengan harapan dan semangat, merangkai ide dan solusi masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[FULL NOVEL] PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara - Bab 13

12 Juni 2025   16:33 Diperbarui: 20 Juni 2025   09:48 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Novel Superhero Indonesia: "PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara"

Ketika Angin dan Tirta kembali dengan kabar mengerikan itu, kemarahan seketika meledak. "Anak-anak?" suara Api bergetar, kemarahannya kini bercampur dengan rasa muak. "Dia menggunakan anak-anak sebagai umpan?"

Bagi Tirta, berita ini adalah pukulan telak. Bayangan ibunya yang tewas, bayangan desanya yang terbakar, kini bertumpuk dengan bayangan wajah-wajah ketakutan anak-anak Ciharasas. Ia tak bisa membiarkan sejarah terulang. Ia tak bisa membiarkan lebih banyak nyawa tak berdosa menjadi korban.

"Kita harus menyelamatkan mereka," kata Tirta tegas, matanya menyala dengan intensitas yang membuat yang lain terkejut. Ini bukan lagi Tirta yang pendiam dan pasif.

"Tapi bagaimana?" tanya Tanah. "Balai desa itu dijaga ketat. Jika kita menyerang, anak-anak bisa celaka. Dan jika para pejuang datang ke perundingan itu..."

"Maka mereka semua akan dibantai, dan anak-anak itu mungkin juga akan dibunuh sebagai saksi," potong Tirta dingin. Ia menatap teman-temannya satu per satu. "Aku akan masuk. Sendirian jika perlu."

Ada perdebatan singkat, namun tekad Tirta sudah bulat. Akhirnya, disepakati bahwa Tirta akan mencoba menyusup melalui jalur air di bawah balai desa, sementara Angin akan mengawasi dari atas dan siap memberikan pengalihan jika diperlukan. Api dan Tanah akan bersiaga di dekat desa, siap membantu jika situasi memburuk.

Di bawah kegelapan malam yang pekat, Tirta kembali menyusuri saluran air kotor yang mengalir di bawah Desa Ciharasas. Ia menemukan sebuah celah di bawah lantai kayu balai desa, cukup untuk ia memantau situasi di dalam. Anak-anak itu meringkuk ketakutan di sudut ruangan, beberapa menangis tanpa suara. Lima serdadu VOC berjaga di dalam, sementara yang lain berpatroli di luar.

Tirta tahu, ia tak bisa melawan mereka semua secara terbuka tanpa membahayakan anak-anak. Ia harus bertindak cepat, senyap, dan mematikan. Ia memejamkan mata, memanggil kekuatan laut dalam dirinya, bukan sebagai gelombang besar yang menghancurkan, tapi sebagai sesuatu yang lebih halus, lebih terkontrol, namun tak kalah mematikan.

Ia mulai dengan memadamkan beberapa obor di dalam balai desa dari jarak jauh, menciptakan kebingungan sesaat dengan memanipulasi kelembapan udara di sekitar api. Kemudian, ketika seorang serdadu mendekati salah satu jendela untuk memeriksa, Tirta mengulurkan tangannya dari bawah lantai. Air dari selokan yang kotor itu naik, membentuk sulur-sulur tipis namun kuat, melilit pergelangan kaki serdadu itu dan menariknya jatuh tanpa suara. Sebelum serdadu itu sempat berteriak, sulur air lain telah membekap mulutnya, sementara air dalam jumlah kecil namun dengan tekanan luar biasa ia paksa masuk melalui hidung dan mulutnya, langsung ke paru-parunya. Mata serdadu itu terbelalak ngeri, tubuhnya kejang sesaat, lalu lemas. Mati.

Tirta merasakan getaran aneh saat ia mengambil nyawa pertamanya dengan cara sedingin itu. Tak ada kepuasan, hanya rasa dingin yang menjalar di hatinya. Tapi ia tak punya waktu untuk merenung. Empat serdadu lagi.

Satu per satu, dengan metode yang hampir sama, Tirta melumpuhkan para penjaga di dalam balai desa. Ia menggunakan bayangan, keheningan, dan kekuatannya atas air dengan presisi yang mengerikan. Kadang ia menarik mereka ke bawah lantai melalui lubang-lubang kecil, kadang ia menciptakan lapisan air tipis di lantai hingga mereka terpeleset dan jatuh, lalu menghabisinya. Tak ada teriakan, tak ada suara tembakan. Hanya keheningan kematian. Ini adalah pertama kalinya Tirta menggunakan kekuatannya untuk membunuh secara langsung dan terencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun