Namamu yang sebenarnya bukanlah Sari. Dan aku... aku bukanlah ibu kandungmu."
Angin menahan napas. Jantungnya berdegup kencang. Ia melanjutkan membaca.
"Enam belas tahun yang lalu..."
Dan kemudian, tulisan itu seolah membawa Angin melintasi waktu, kembali ke sebuah malam yang penuh api dan darah.
Flashback: Enam Belas Tahun Lalu -- Istana Sunda Agung
Langit malam itu merah, bukan oleh senja, melainkan oleh kobaran api yang melalap Istana Sunda Agung. Suara ledakan bom dan rentetan tembakan senapan Kompeni memekakkan telinga, bercampur dengan jeritan ngeri dan pekik pertempuran. Nyai Ratna, yang kala itu masih seorang prajurit wanita elit dari pasukan khusus kerajaan, bertempur dengan gagah berani di antara puing-puing yang berjatuhan dan mayat-mayat yang bergelimpangan. Pedangnya berkelebat, menangkis serangan dan menebas musuh, namun jumlah mereka terlalu banyak, serangan mereka terlalu brutal.
Ia melihat panji-panji kerajaan robek dan terbakar. Ia mendengar kabar bahwa Pangeran Wirasakti terluka parah dan terpaksa mundur. Dan yang paling menyesakkan, ia mendengar bahwa seluruh keluarga inti Pangeran, termasuk Ratu Sekar yang baik hati dan anak-anaknya, telah tiada. Istana Sunda Agung, simbol kebanggaan mereka, telah runtuh.
Ketika pertempuran sedikit mereda dan pasukan VOC mulai menyisir sisa-sisa istana untuk menjarah, Nyai Ratna, dengan luka di lengan dan hati yang hancur, bergerak dalam bayang-bayang. Bukan untuk melarikan diri, tapi untuk mencari. Ia tak tahu apa yang dicarinya, mungkin hanya secercah harapan, atau setidaknya, memastikan nasib junjungannya.
Ia sampai di area taman keputren yang sudah luluh lantak. Kolam keramat, tempat Ratu Sekar sering bermeditasi, airnya kini merah oleh darah. Dan di sanalah, di antara reruntuhan paviliun kecil di tepi kolam, di tengah kepulan asap dan bau anyir, ia mendengar suara tangisan bayi yang sangat lirih.
Jantungnya serasa berhenti berdetak. Dengan hati-hati, ia mendekat, menggeser sebongkah kayu yang masih membara. Dan di sana, tersembunyi di balik jasad seorang dayang yang sepertinya berusaha melindunginya dengan tubuhnya sendiri, ia menemukan seorang bayi perempuan mungil, berlumuran debu dan sedikit darah, namun masih bernapas. Di leher bayi itu, melingkar seutas kalung perak sederhana dengan liontin berbentuk kuntum melati kuncup. Kalung yang sama yang kini dikenakan Angin.
Nyai Ratna mengenali kalung itu. Itu adalah hadiah khusus dari Pangeran Wirasakti untuk putri bungsunya yang baru lahir, Putri Gayatri. Ratu Sekar pernah menunjukkannya dengan bangga. Bayi ini... bayi ini adalah putri kandung Ratu Sekar dan Pangeran Wirasakti. Seorang pewaris tahta yang semua orang kira telah tewas.