Mohon tunggu...
Adrian Chandra Faradhipta
Adrian Chandra Faradhipta Mohon Tunggu... Lainnya - Menggelitik cakrawala berpikir, menyentuh nurani yang berdesir

Praktisi rantai suplai dan pengadaan industri hulu migas Indonesia_______________________________________ One of Best Perwira Ksatriya (Agent of Change) Subholding Gas 2023____________________________________________ Praktisi Mengajar Kemendikbudristek 2022____________________________________________ Juara 3 Lomba Karya Jurnalistik Kategori Umum Tingkat Nasional SKK Migas 2021___________________________________________ Pembicara pengembangan diri, karier, rantai suplai hulu migas, TKDN, di berbagai forum dan kampus_________________________________________ *semua tulisan adalah pendapat pribadi terlepas dari pendapat perusahaan atau organisasi. Dilarang memuat ulang artikel untuk tujuan komersial tanpa persetujuan penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bukan Hanya Mengkritisi, Tetapi Menjadi Bagian #GenerasiSolusi

20 Juni 2019   10:10 Diperbarui: 20 Juni 2019   16:28 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi

Semalam saya menonton acara Mata Najwa. Seperti biasanya, Mata Najwa selalu berhasil mengangkat topik-topik bahasan yang kekinian dan menggelitik horizon berpikir kita. Tema semalam sepertinya lebih spesial dan mengena bagi saya.

Tema #GenerasiSolusi yang menghadirkan anak-anak muda Indonesia yang berhasil memanfaatkan teknologi terkini dengan berbagai aplikasinya telah mampu menghadirkan solusi terhadap permasalahan sosial di tengah masyarakat kita. Lebih kerennya kesemua aplikasi tersebut semuanya dilatarbelakangi oleh para pendirinya untuk memberikan dampak sosial bagi lingkungan sekitarnya.

Sebut saja Reblood yang dengan suksesnya mengedukasi masyarakat dan mengemas kegiatan donor darah menjadi suatu yang tidak lagi menyeramkan bagi kebanyakan orang, bahkan dengan kemudahan yang diberikan dalam aplikasi tersebut masyarakat dapat mengetahui lokasi dan jadwal donor darah terdekat bahkan persiapan yang diperlukan seseorang ketika berencana untuk mendonorkan darah. Aplikasi ini lahir dari keresahan Leonika Sari, sang inisiator yang melihat fenomena kekurangan stok darah yang terjadi di kota asalnya, Surabaya. 

Padahal faktanya banyak masyarakat kita yang seharusnya mampu dan kompeten untuk dapat mendonorkan darahnya. Hal ini terjadi karena kurangnya informasi serta keengganan masyarakat untuk mendonorkan darahnya. mitos serta ketakutan yang tidak perlu akan donor darah menjadi penyebab utama. 

Lebih jauh juga ditemukan bahkan banyak di antara kita yang belum tahu tentang golongan darahnya sendiri. Fakta yang menggelikan di tengah kemajuan dunia kedokteran serta teknologi saat ini.

Selain itu juga ada aplikasi HaloDoc yang menjadi terobosan dunia medis di Indonesia saat ini. Dengan HaloDoc seorang pasien yang mengalami sakit tahap awal tidak perlu dituntut untuk hadir secara fisik, mengantre berlama-lama, dan berepot-repot mengurus administrasi lainnya hanya karena ingin mendapatkan saran medis dari seorang dokter termasuk dengan resep obat dan pembelian obatnya. 

Dengan adanya HaloDoc, permasalahan jarak dan waktu untuk hadir di fasilitas medis seperti Rumah Sakit ataupun Klinik dapat dipecahkan. Dengan fitur chatting bahkan video call terhadap dokternya diserta pembelian obat di apotek atau tempat penjualan obat terdekat dapat dilakukan denga mudahnya melalui gawai yang kita punya.

Masih banyak aplikasi lainnya yang dihadirkan dalam acara semalam sebut saja Wahyoo, Cariustadz.id, dan Riliv. Kesamaan dari aplikasi-aplikasi tersebut menurut Prof. Rhenald Kasali adalah mereka mampu mempertemukan permintaan dan penawaran (supply and demand) atas fenomena dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat, tantangannya adalah bagaimani memonetisasi aplikasi tersebut agar dapat berkembang dan hidup serta memberikan dampak yang lebih luas lagi.

Dari uraian tadi, kita patut sumringah bahwa generasi muda kita masih memiliki harapan untuk menghadapi bonus demografi yang akan terjadi pada 2030 nanti. Gerakan mereka sepertinya mulai mengarah kepada gerakan yang fokus pada solusi bukan hanya mengkritisi tanpa aksi dan solusi. 

Ini layaknya oase ditengah banyaknya komentar pedas yang berasal dari generasi muda kita yang terkesan hanya dapat menyalahkan dan mencari kambing hitam tanpa sedikitpun menawarkan solusi ataupun saran baik di dunia nyata maupun medial sosial.

Saya sendiri mengingat bagaimana dahulu ketika menjadi bagian aktivis mahasiswa dengan idealisme tinggi serta semangat membara, saya dan teman-teman sangat sering menghadirkan diskusi dan bertukar pikiran akan berbagai hal yang terjadi baik di lingkungan sekitar kampus bahkan sampai dengan isu nasional dan internasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun