Mohon tunggu...
Brader Yefta
Brader Yefta Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Just Sharing....Nomine Best in Specific Interest Kompasiana Award 2023

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Ketika Keluarga Ingin Berutang pada Perusahaan Pembiayaan, Edukasi Apa yang Harus Diberikan?

7 Oktober 2021   19:07 Diperbarui: 8 Oktober 2021   09:50 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Berutang (Shutterstock/Melimey)

Just Sharing...

Saya cukup miris baca sebuah postingan pada salah satu situs media konsumen tadi pagi. 

Seorang yang bukan nasabah sebenarnya berkisah bagaimana ia mendapatkan telepon sekian kali oleh pihak pembiayaan. Penyebabnya dikarenakan sang adik kandung mencantumkan nomor handphone-nya di kontak darurat. 

Ketika sang adik lalai membayar, sang kakak jadi sasaran. Diharapkan sebagai penolong mengatasi " kenakalan" dalam tanda petik yang dibuat saudaranya. 

Hal yang bikin kesal, menurut si penutur di postingannya adalah pihak pembiayaan menelepon berkali-kali agar sang kakak bisa bantu menyampaikan ke si adik terkait tunggakannya. Lebih bagus lagi andai bersedia membayar. 

Tak tahan lantaran privasi dan kehidupannya terusik, muncul keinginan curhat lewat tulisan. Akhirnya terbacalah isi hatinya oleh publik, termasuk saya sebagai pembaca.

Panjang lebar tulisan, sebagian besar menyalahkan pihak pembiayaan lantaran tindakan mereka bikin enggak nyaman hidup, makan tak enak tidur tak tenang. 

Siapa sih yang tahan ditelepon terus menerus? Emang elo siapanya gue? Suami bukan, mertua juga nggak. Emang sih yang ngutang masih bertalian darah , tapi kenapa larinya ke gue? Hellow, lu sehat? Mungkin seperti itu gerutunya. 

Well..., kisah curhatan semacam ini terjadi pada mereka-mereka yang dihubungi pihak pembiayaan, baik legal maupun ilegal, sebenarnya menyisahkan persoalan sosial berlatar finansial. 

Ada konflik sosial antara dua pihak yang dipicu dari persoalan uang. Entah menyangkut dirinya atau tersangkut katena ulah orang lain. 

Berutang | Dokumentasi pribadi
Berutang | Dokumentasi pribadi

Dan konflik yang tercipta akan makin panas, liar, melebar ke mana-mana bila masih bertali keluarga.  Ada ikatan darah, ada jalinan emosional, dan persaudaraan antara ingin membela, ingin menghindar, atau ingin membantu. 

Tiga hal umum dilakukan orang lain bila keluarganya menunggak kewajiban utang dengan perusahaan pembiayaan. 

Kata keluarga dalam tanda petik di atas bisa bermakna keluarga sedarah, serahim, atau keluarga dari pihak orang tua atau kakek nenek (sepupu, keponakan, kemenakan, atau keluarga jauh). Biasanya keterkaitan dalam hubungan ini kerap digunakan sebagai kontak darurat dalam formulir pengajuan aplikasi. 

Berdasarkan pengalaman, di luar dari tindakan yang dilakukan pihak pembiayaan, kecenderungan ini biasanya muncul dari pihak keluarga: 

1. Menghindari tanggung jawab
Responnya atau pernyataan yang disuarakan biasanya sama dengan yang postingan kisah di atas, "Bukan urusan saya dan tidak ada hubungannya dengan saya. Dan bukan seizin saya juga mengapa dicantumkan kontak telepon saya" (Padahal sebelumnya bila sudah izin atau pun belum, petugas juga tak tahu...hehe). 

2. Menyelamatkan nasabah asli
Adanya ikatan keluarga, kadang memunculkan rasa sayang dan tidak ingin dikejar terus soal kewajibannya. Akhirnya membantu menyelamatkan atau menyembunyikan keberadaan nasabah. 

Bila dicari ke runah atau ditelepon, jawabannya tak tahu di mana keberadaannya atau dibilang sudah tak tinggal lagi di sini. Sudah berpindah alamat atau sudah di luar provinsi atau bahkan di luar negeri. 

Kadang juga meminta tolong tetangga sekitar agar mengatakan hal yang sama apabila datang pegawai penagihan. Atau memberitahukan pada orang rumah, bahwa nomor yang bersangkutan sudah diganti dan mereka pun tak tahu berapa nomor handphone terbarunya. 

3. Menanggulangi
Demi martabat dan nama baik, kadang pihak keluarga membayar kewajiban semua nominal utang atau meminta kebijakan diskon sebagai keringanan. 

Ini kadang bukan karena keluarga nasabah orang mampu, tapi bisa juga berlatar sederhana namun karena ikatan darah dan tak ingin hidup tak nyaman gara-gara ditelepon terus atau kerap dikunjungi.

Apa hal preventif yang baiknya dilakukan pihak keluarga demi mengantisipasi konsekuensi? 

Pertama, jangan berutang
Tak hañya ke lembaga pendanaan, tapi juga ke pihak lain. Bila memang ada keluarga yang bisa membantu secara finansial, bantulah secara pribadi atau urungan bersama. 

Kedua, bila ingin kredit, sadar konsekuensi
Konsekuensi itu tak hanya kewajiban membayar pokok, tapi juga bunga kredit. Konsekuensi yang diterima nasabah dan keluarganya juga bisa berupa ketidaknyaman, rasa malu, rasa tak tenang hingga stigma negatif, yang semuanya muncul dari menunggak kewajiban. Ini biasanya tak disadari di awal, namun cobalah memberi gambaran bila ada keluarga yang ingin kredit. 

Sadarilah, bahwa besar kecil pokok utang yang tertunggak, penanganan secara umum nasabah bermasalah adalah sama. 

Maksudnya begini, jika kredit handphone senilai 3 juta, kredit motor baru senilai 15 juta, pinjaman dana tunai senilai 50 juta, hingga kredit mobil dengan PH (Pokok Hutang) 200 juta. Mau siapapun nasabahnya, bila menunggak tetap akan ditelepon atau dikunjungi atau dicari. Bukan sekali, bisa jadi berkali-kali. 

Ketiga, bersiaplah untuk di-blacklist nasabahnya atau keluarganya juga
Ada contoh nyata, saya pernah punya nasabah, gara-gara ibunya " nakal" dalam tanda kutip, akhirnya suaminya juga tidak bisa kredit begitu juga anak-anaknya.

Kok bisa? Mereka di-blacklist secara sistem, otomatis akan tetap ada di sistem untuk waktu yang lama. 

Ketika setahun atau dua tahun kemudian sang suami mau ajukan pembiayaan, sistem akan melacak dan menemukan bahwa istrinya pernah " bermasalah". Biasanya aplikasi suami auto di-reject. 

Bagaimana bisa menimpa anak-anaknya juga? Blacklist-nya bukan dari sistem, tapi dari stigma sosial yang dilihat dan diamati oleh tetangga atau orang-orang di sekitaran tempat tinggal. 

Mungkin Anda tak sadar, bahwa tetanggamu adalah salah satu referensi terbaik dalam pertimbangan persetujuan kredit. 

Sejumlah perusahaan pembiayaan, akan meminta informasi pada tetangga sekitarmu mengenai "Pernahkah rumah Anda didatangi petugas penagihan?"

Bila pernah, seberapa sering? Untuk tunggakan apa? Dari bank atau finance mana aja? Atau mungkin perorangan yang menagih? 

Survei referensi ini wajib hukumnya untuk menggali informasi tambahan perihal nasabah. Apalagi bila nasabah tersebut adalah nasabah baru bukan order dari nasabah lama. 

Keempat, Berilah edukasi finansial
Bekerja di industri jasa keuangan yang memberi pinjaman dan mengelola risiko kredit, bukan jaminan bahwa mereka juga teredukasi secara finansial. 

Karena oknum pegawainya pun bisa saja bermasalah kewajibannya di tempat kerja sendiri, di tempat lain, atau tersangkut fraud (penyalahgunaan uang). 

Edukasi finansial sederhananya pengelolaan uang masuk dari beraneka sumber, dan pengeluaran ke beraneka pos termasuk cicilan, di mana tak besar pasak daripada tiang. 

Idealnya total utang tak lebih besar dari sepertiga penghasilan. Karena dua pertiganya bisa dialihkan selain buat pengeluaran, juga bisa buat tabungan dan dana darurat. 

Selalu ingat prinsip sisihkan dan bukan sisakan

Berapa yang Anda sisihkan setiap bulan? Karena gaji dan penghasilan sifatnya personal dan relatif pada masing-masing orang, pengelolaannya bisa berbeda. 

Orang yang bertanggung jawab dengan kewajiban kreditnya hingga selesai, paling tidak sudah menerapkan edukasi finansial pada porsi dan takarannya. 

Baca juga : "Pentingnya Edukasi Finansial dalam Keluarga" 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun