Dengan tekad untuk mencari tempat yang lebih nyaman untuk mengembangkan bakat dan keterampilannya, Arbi mulai menjelajahi opsi pindah tempat. Beruntung, Arbi kembali bertemu dengan seorang pedagang yang kemudian menjadi temannya. Sama seperti pertemuannya dengan Mas Iwan. Arbi mencari tempat atau lahan kosong untuk dibuatkan gubuk yang akan dijadikan "bengkel" kerajinannya.
Akhirnya, dia berhasil membangun gubuk di lahan kosong di salah satu sudut Kelurahan Siendeng, Kecamatan Hulonthalangi, Kota Gorontalo. Di sinilah perjalanan dalam dunia kerajinan dari sampah bekas benar-benar dimulai. Arbi mulai mengikuti pembuatan kerajinan di gubuk tersebut dengan penuh semangat.
Namun pada suatu hari, Arbi dipanggil oleh Mas Iwan untuk membntaunya mengemas kardus-kardus bekas miliknya. Arbi setuju karena akan digaji atas bantuan tersebut. Pekerjaan dengan Mas Iwan selesai pada waktu magrib. Arbi lantas kembali ke gubuk tepat pada waktu setelah magrib, ia terkejut melihat gubuknya sudah terbakar.
Meskipun terkejut dan kecewa, Arbi melihat ada sesuatu yang menarik dari kebakaran itu. Di tengah-tengah reruntuhan gubuk yang sebagian telah menjadi abu, Arbi melihat baju bekas penyemangatnya, baju itu tidak terkena api sedikit pun. Melihat baju itu tidak terbakar, Arbi merasa seolah melihat bahwa harapan masih ada, bahkan api tak bisa menghanguskan segalanya. Dia pun mengambil baju itu dan mengikatnya di badannya.
"Saat gubuk produksi saya terbakar, itu adalah salah satu momen terberat dalam hidup saya," ucap Arbi dengan raut lesuh. "Namun, dari kejadian itu, saya belajar bahwa di setiap kejadian buruk, selalu ada peluang baru yang menanti."
Setelah kebakaran yang menghancurkan gubuk produksinya, Arbi menerima dukungan dari masyarakat sekitar. Mereka memberikannya sumbangan berupa uang, pakaian, dan makanan.
Saat momen-momen sulit itu, Arbi tidak putus asa. Arbi mencari tempat tinggal baru, menumpang di rumah mertuanya yang sudah tidak berpenghuni di Kelurahan Siendeng. Rumah itu juga menjadi tempatnya berkarya. Dengan semangat baru, Arbi mulai menyewa sebuah motor tua untuk terus melanjutkan aktivitas memulung sampah. Dari sampah bekas yang dihasilkan, Arbi mampu mengolahnya menjadi kerajinan dengan kreasi yang beragam.
Hasil produksi kerajinan tersebut kemudian didagangkan sendiri olehnya di trotoar area pertokoan. Tidak butuh waktu yang lama, Arbi mendapatkan banyak pembeli. Harga produknya yang awalnya puluhan ribu rupiah, menjadi hingga mencapai jutaan rupiah.
Salah satu momen bersejarah dalam perjalanan Arbi adalah saat ia bertemu dengan seorang perempuan muda yang tertarik pada salah satu produknya yang dihargai Rp1.200.000. Awalnya Arbi ragu, namun tampaknya perempuan itu serius untuk membelinya karena kerajinannya yang indah. Dari situlah Arbi mulai yakin bahwa produknya memiliki nilai jual yang tinggi, jauh lebih tinggi dari harga jual sampah mentah. Setelah Arbi melewati berbagai perjalanan hidupnya, kini ia bisa menghasilkan pemasukan hingga puluhan juta rupiah dari sampah yang diolahnya menjadi kerajinan yang bernilai. Tawaran kerja sama dari berbagai perusahaan pun datang. Bahkan perusahaan besar seperti PT Sinarmas Forestry menawarinya kerja sama. Arbi menciptakan produk-produk menarik dan bernilai dari sampah plastik dan kemasan botol yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Berkat usaha kerasnya, keterampilannya terus terasah, kerajinan yang dia buat pun semakin beragam. Arbi berhasil meraih berbagai penghargaan, mulai dari lomba gelar karya di tingkat kecamatan hingga nasional yang terus mendapatkan juara sejak tahun 2014 bersama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Gorontalo.
Di tingkat nasional tahun 2014, Arbi mendapatkan kesempatan untuk memamerkan karya- karyanya dalam ajang pameran kerajinan, seperti Pameran Pangan Nusa. Dalam setiap langkahnya, Arbi tidak hanya memamerkan keterampilan kerajinannya, tetapi juga menyampaikan pesan tentang pentingnya mengubah pandangan terhadap sampah. Dia menemukan keajaiban dalam sampah dan mengubah nama usahanya dari "Pemulung Kreatif" menjadi "Celoteh Sampah".