Tanpa ragu, Arbi melakukan langkah pertamanya untuk mendekati Mas Iwan. Arbi menawarkan diri untuk mengemudikan bentor (baca: becak bentor) yang memuat hasil pemulung milik Mas Iwan.
Sejak saat itu, setiap hari Arbi pun ikut memulung bersama Mas Iwan. Dengan bentor milik Mas Iwan, mereka mulai menjelajahi daerah pertokoan untuk mencari jenis-jenis sampah tertentu yang menurut mereka bernilai.
"Awalnya, saya hanya ingin menemani dan membantunya, tetapi perlahan-lahan aktivitas ini menjadi bagian dari rutinitas harian saya,"ujar Arbi mengenang masa itu.
Setiap hari, Arbi mengemudikan bentor milik Mas Iwan sambil membantu mengumpulkan sampah. Meskipun pada awalnya Arbi hanya berusaha mengisi waktu luang dan mencoba hal baru, semakin lama Arbi mulai menyadari potensi besar yang bisa dia didapatkan dari aktivitas barunya itu.
Namun tentu saja, dunia berputar, begitupun dengan kehidupan Arbi. Dia tidak selalu bahagia, ada saat-saat Arbi jatuh terpuruk. Pada suatu hari, ketika Arbi sedang dalam terpuruk, di tengah aktivitasnya memulung bersama Mas Iwan di daerah pertokoan sebagaimana hari-hari sebelumnya, Arbi menemukan "sampah" yang kelak menjadi  penyemangatnya.
Di antara tumpukan barang bekas, Arbi menemukan sebuah baju bekas dengan kondisi yang tidak terlalu buruk, meskipun ada sedikit robekan di bagian kerahnya. Sesuatu yang membuat baju ini menarik bagi Arbi adalah tulisan yang terpampang di bagian depannya: "born to be success" ('terlahir untuk sukses'). Tanpa ragu, Arbi memutuskan untuk membawa pulang baju bekas tersebut.
"Ketika saya menemukan baju bekas itu, saya merasa seperti mendapatkan pesan tersirat bahwa ada harapan dan potensi di mana-mana, bahkan di tengah tumpukan sampah," ujar Arbi sembari menatap dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.
"Saat saya kembali ke rumah, baju itu terus saya perhatikan."
Arbi mulai memikirkan betapa banyaknya sampah yang sebenarnya memiliki potensi untuk diolah menjadi suatu yang bernilai. Motivasi untuk memulai usaha sendiri pun mulai tumbuh dalam dirinya. Arbi manyadari bahwa ada peluang besar untuk menghasilkan keuntungan dari kerajinan daur ulang sampah, yang jauh lebih tinggi daripada sekedar menjual sampah mentah dengan harga murah.
Dari situlah, Arbi memutuskan untuk mencoba peruntungan baru dengan memulai usaha sendiri dalam mengolah sampah menjadi kerajinan bernilai. Namun perjalananya tidaklah mudah. Arbi harus menghadapi banyak rintangan dan tantangan di sepanjang jalan.
Setiap kali Arbi pulang dari aktivitas mengumpulkan sampah, sebagian hasil sampah yang berhasil dikumpulkan dibawahnya pulang ke kos-kosan di area Jalan Andalas, Kota Gorontalo, tempat tinggalnya saat itu. Di sana, Arbi mencoba membuat beragam kerajinan tangan yang bernilai dari barang-barang bekas tersebut. Namun, Arbi menyadari bahwa kegiatan tersebut mengganggu penguhuni lain di kos, terutama ketika dia menggunakan alat-alat seperti gergaji.