Mohon tunggu...
Adista Pattisahusiwa
Adista Pattisahusiwa Mohon Tunggu... Editor

Wartawan dest politik (Nusantara II DPR RI Parlemen Senayan 2014-NOW) (Polda Metro, Since 2016) Nyong Ambon Saparua Maluku | ALLAH SWT is my Lord. (Alumni Kerusuhan Ambon 1999)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Pela Siri Sori Islam dan Haria Layak Masuk Warisan Budaya UNESCO

16 April 2025   18:57 Diperbarui: 16 April 2025   20:44 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Louleha dalam acara Lomba Dayung tradisional di kota Ambon. Ist

Warisan budaya Pela Siri Sori Islam-Haria layak masuk United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) jika memiliki nilai universal yang luar biasa (Outstanding Universal Value/OUV). Proses pengakuannya cukup panjang dan harus memenuhi syarat, nominasi, dan kriteria yang telah ditentukan.

Pela adalah ikatan adat di Maluku yang mengikat dua atau lebih negeri (desa) dalam hubungan persaudaraan, saling membantu, dan menjaga perdamaian, meski berbeda agama.

Pela antara Siri Sori Islam dan Haria di Pulau Saparua, Maluku Tengah, adalah salah satu bentuk pela minum darah, ikatan kuat yang disumpah dengan ritual bersejarah.

Menurut tradisi lisan, ikatan pela ini berawal dari peristiwa pada abad ke-17, terkait perjuangan melawan penjajahan Belanda. Salah satu versi menyebutkan bahwa kapitan dari Haria (Leawaka) dan Siri-Sori bersumpah setia dengan ritual darah, berjanji untuk saling mendukung.

Hubungan ini diperkuat saat Perang Pattimura (1817), di mana tokoh seperti Thomas Matulessy dari Haria dan pemimpin Siri-Sori Islam (Said Perintah) bekerja sama.

Pela ini melarang konflik antarwarga, perkawinan sesama negeri, dan mewajibkan bantuan dalam acara adat, pembangunan, atau musibah. Misalnya, warga Haria membantu membangun masjid di Siri-Sori Islam, dan sebaliknya untuk gereja di Haria.

Pasca-konflik Maluku (1999-2002), hubungan ini dinamakan Louleha (akronim Leawaka Amalatu-Haria dan Louhata Amalatu-Siri-Sori), sebagai revitalisasi pela untuk rekonsiliasi sosial. Louleha menegaskan nilai toleransi antaragama, terutama antara Kristen (Haria, Siri-Sori Amalatu) dan Islam (Siri-Sori Islam).

Diskusi Akademik dan Pelestarian Budaya

Studi etnografi oleh Unpatti, UI, dan ITB pada April 2025 menyebut pela Siri-Sori-Haria sebagai model toleransi, di samping pela gandong. Fokusnya adalah bagaimana Louleha membantu reintegrasi pasca-konflik. Ini terkait Hari Nusantara yang menonjolkan warisan Maluku.

Harapannya, ada seruan dari berbagai kalangan di media sosial yang menyebut agar pela ini masuk daftar warisan UNESCO, dengan nada optimis: "Pela Siri-Sori-Haria layak dunia tahu!"

Pela Siri-Sori-Haria sering disebut di Medsos saat membahas isu toleransi. Misalnya, diskusi solidaritas Palestina atau insiden lokal (seperti pembakaran puskesmas di Maluku Tenggara) memunculkan pela sebagai teladan harmoni.

Pengguna menganggap pela ini simbol perdamaian lintas agama. Cuitan seperti "Haria dan Siri-Sori ga pernah ribut, dunia harus belajar" populer di kalangan diaspora Maluku. Cerita tentang warga Haria bantu masjid Siri-Sori memicu emosi positif.

Beberapa pengguna menyebut tantangan modern, seperti urbanisasi, melemahkan praktik pela. Contoh cuitan: "Anak muda sekarang kurang paham pela, takut tradisi luntur." Ini dijawab dengan ajakan edukasi, menjaga sentimen tetap konstruktif.

Ada relevansi dengan 'Louleha' dilihat sebagai solusi pasca-konflik, dengan pengguna membandingkannya dengan ketegangan global: "Kalau Timur Tengah punya Louleha, mungkin damai."

Promosi di Panggung Global

Paviliun Indonesia di Osaka-Kansai Expo 2025 (dibuka 13 April) menyinggung pela sebagai bagian budaya Maluku, meski fokus utama pada tifa dan rempah. Pela Siri-Sori-Haria disebut sebagai narasi toleransi untuk wisatawan.

Sentimen Medsos

Kebanggaan Lokal: akun-akun Saparua antusias, dengan cuitan seperti "Pela Haria-Siri-Sori masuk Expo, Maluku juara!" Tagar #MalukuHarmoni muncul, meski tidak trending besar.

Dari ekspektasi wisata, ada harapan pela jadi daya tarik turis, seperti "Ajak turis lihat panas pela, pasti takjub." Sentimen optimis tapi realistis, karena promosi masih awal.

Namun, sangat dominan Positif: Sentimen di Medsos sangat positif, dengan pela Siri-Sori-Haria dipuji sebagai simbol dan solidaritas. Kebanggaan lokal kuat, terutama di kalangan warga Saparua dan diaspora.

Tren: Pela ini tetap relevan sebagai alat perdamaian, diperkuat oleh Louleha pasca-konflik. Promosi global seperti Expo 2025 bisa meningkatkan visibilitas.

Adapun tantangan yakni kurangnya konten digital (film, TikTok viral) membatasi daya tarik ke generasi muda luas. Edukasi di sekolah atau media bisa membantu.

Mengingat, potensi dengan narasi visual atau dukungan influencer, pela Siri-Sori Islam - Haria bisa jadi ikon nasional toleransi, seperti pela gandong yang lebih dikenal.

Langkah Awal

Untuk mengusulkan pela Siri-Sori dan Haria sebagai Warisan Budaya Dunia maka diperlukan langkah-langkah sistematis sesuai pedoman UNESCO dan praktik pengajuan Indonesia.

Berikut analisis langkah-langkah yang diperlukan, dengan mempertimbangkan konteks budaya Maluku dalam proses nominasi UNESCO:

1. Penetapan sebagai Warisan Budaya Nasional

Pela Siri-Sori-Haria harus didaftarkan sebagai Warisan Budaya Indonesia oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Ini melibatkan pengajuan oleh komunitas lokal (misalnya, pemerintah negeri Siri-Sori Islam, Siri-Sori Amalatu, dan Haria) ke pemerintah daerah Maluku Tengah, lalu ke Kemendikbudristek.

Detail:
Dokumen pengajuan harus memuat sejarah, nilai budaya, praktik terkini, dan bukti pelestarian pela (misalnya, ritual panas pela, gotong royong antaragama).

Contoh: Pela secara umum telah diakui sebagai warisan budaya nasional pada 2016. Pela Siri-Sori-Haria (Louleha) perlu didaftarkan secara spesifik, menonjolkan keunikan hubungan antar Islam-Kristen dan peran pasca-konflik.

Tantangannya yakni memastikan dokumentasi lengkap, termasuk narasi lisan, video, dan foto, karena pela adalah tradisi takbenda yang bergantung pada praktik hidup.

Ya, tentu semua pihak harus mendukung pelestarian pela sebagai identitas Maluku, artinya Pela itu DNA Maluku, harus dijaga. Sembari membangun dukungan komunitas.

2. Penyusunan Berkas Nominasi

Jika diakui nasional, pemerintah Indonesia (via Kemendikbudristek) menyiapkan berkas nominasi ICH UNESCO. Berkas ini mengikuti format UNESCO, mencakup:

Deskripsi tradisi: Sejarah pela minum darah Siri-Sori-Haria, termasuk sejarah  Louleha dan perjuangan Pattimura.

Partisipasi komunitas juga penting drngan melibatkan pemangku kepentingan: raja-raja negeri, tokoh agama, akademisi dan pegiat budaya.

Sertakan media visual, seperti video panas pela atau gotong royong (misalnya, pembangunan masjid/gereja). Contoh sukses: Reog Ponorogo (2024) diakui karena dokumentasi kuat dan dukungan komunitas.

Jadi, harus lebih mengartikulasikan keunikan Pela Siri-Sori-Haria ini dibandingkan pela gandong, yang lebih dikenal.

Seruan agar pela masuk UNESCO, seperti “Pela Siri-Sori-Haria layak dunia tahu!” Ini menunjukkan antusiasme lokal yang bisa memperkuat nominasi.

3. Pendaftaran ke Daftar Sementara UNESCO

Langkah: Indonesia mendaftarkan pela Siri-Sori-Haria ke Tentative List UNESCO melalui Delegasi Tetap RI untuk UNESCO. Ini menandakan niat resmi untuk nominasi.

Detail:
Proses ini membutuhkan konsultasi dengan World Heritage Centre (WHC) dan badan penasihat seperti ICOMOS.

Indonesia harus menunjukkan bahwa pela memenuhi kriteria ICH, seperti nilai universal, keberlanjutan, dan ancaman kepunahan, seperti Pantun diajukan bersama Malaysia pada 2018 setelah persiapan panjang.

Kompetisi dengan nominasi lain dari Indonesia (misalnya, rendang atau kebaya) bisa memperlambat prioritas. Namun minim diskusi spesifik tentang UNESCO, tapi kebanggaan terhadap pela sebagai simbol toleransi (misalnya, “Haria-Siri-Sori saudara forever”) mendukung narasi global.

Harapan tinggi untuk pengakuan global, seperti “Pela di Expo Osaka, lanjut ke UNESCO!” menunjukkan optimisme.

Butuh Kampanye dan Dukungan Publik

Mari membangun dukungan publik melalui kampanye di media sosial seperti FB, X dan acara budaya untuk memperkuat legitimasi nominasi.

Contoh seperti kampanye “Kebaya Goes to UNESCO” melibatkan komunitas dan acara massal.

Maka, sudah saatnya gelar festival pela di Saparua, libatkan pemuda untuk konten digital (TikTok, YouTube).

Gunakan narasi Louleha sebagai kisah rekonsiliasi pasca-konflik untuk menarik perhatian global.

Misalnya antusiasme pemuda untuk acara budaya (misalnya, “Pela versi milenial”) bisa dimanfaatkan untuk kampanye viral.

Pelestarian Pascapengakuan

Jika diakui, Indonesia wajib melaporkan upaya pelestarian berkala ke UNESCO, seperti pendidikan pela di sekolah, festival tahunan, atau dokumentasi digital. Contohnya seperti Batik mendapat dukungan pelatihan setelah diakui (2009).

Mari libatkan Kampus kampus seperti Unpatti, IAIN Ambon, dan komunitas diaspora untuk program jangka panjang agar dapat menjaga praktik pela di tengah urbanisasi dan minat pemuda yang menurun seiring perkembangan zaman saat ini.

Catatan Kritis

Keunikan Pela Siri-Sori Islam-Haria harus dibedakan dari Pela Gandong dengan menonjolkan Louleha dan sejarah perjuangan Pattimura. UNESCO mengutamakan tradisi dengan nilai universal dan cerita akurat.

Adapun tantangan Global yakni nominasi ICH bersaing ketat (hanya 1-2 per negara per siklus). Indonesia harus memprioritaskan Pela di antara kandidat lain.

Oleh karena itu, keterlibatan warga negeri krusial. Tanpa dukungan akar rumput, nominasi bisa gagal, seperti Tenun Sumba (2013). Perjuangan Kain Tenun Ikat Sumba ke UNESCO sebelumnya pernah diajukan pada 2013 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun perjuangan itu tidak membuahkan hasil

Untuk waktu proses bisa memakan 2-5 tahun, seperti Reog Ponorogo (2022-2024).

Rekomendasi

Segera daftarkan pela Siri-Sori-Haria sebagai warisan nasional spesifik, dengan fokus pada Louleha.

Bentuk tim lintas sektoral yang melibatkan Kemendikbudristek, Pemda Maluku Tengah, Unpatti, dan tokoh adat.

Buat konten digital, seperti video pendek atau dokumenter tentang panas pela untuk menarik perhatian global.

Gelar festival acara tahunan di Saparua untuk memperkuat praktik dan visibilitas.

Manfaatkan diaspora komunitas Maluku di Belanda/Australia bisa memperluas dukungan internasional.

Narasi “Pela Haria-Siri-Sori bukti damai lintas agama sangat menunjukkan potensi dukungan kuat jika dikemas apik.

Warisan budaya memainkan peran penting dalam menjaga identitas dan kontinuitas sebuah masyarakat.

Dengan melestarikan warisan budaya, masyarakat dua Desa Siri Sori Islam dan Haria dapat menjaga kenangan masa lalu dan memperkuat rasa kebanggaan serta identitas kolektif.

Selain itu, warisan budaya juga berfungsi sebagai sumber pengetahuan dan inspirasi, membantu generasi mendatang untuk memahami dan menghargai perjalanan sejarah serta budaya bagi kami.

Jika dilakukan serius, bukan tidak mungkin, Pela Siri Sori Islam Haria ini berpeluang jadi warisan dunia, mengikuti jejak Batik atau Reog.

(Menteng, 16 April 2025, Adista Pattisahusiwa)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun