Pengguna menganggap pela ini simbol perdamaian lintas agama. Cuitan seperti "Haria dan Siri-Sori ga pernah ribut, dunia harus belajar" populer di kalangan diaspora Maluku. Cerita tentang warga Haria bantu masjid Siri-Sori memicu emosi positif.
Beberapa pengguna menyebut tantangan modern, seperti urbanisasi, melemahkan praktik pela. Contoh cuitan: "Anak muda sekarang kurang paham pela, takut tradisi luntur." Ini dijawab dengan ajakan edukasi, menjaga sentimen tetap konstruktif.
Ada relevansi dengan 'Louleha' dilihat sebagai solusi pasca-konflik, dengan pengguna membandingkannya dengan ketegangan global: "Kalau Timur Tengah punya Louleha, mungkin damai."
Promosi di Panggung Global
Paviliun Indonesia di Osaka-Kansai Expo 2025 (dibuka 13 April) menyinggung pela sebagai bagian budaya Maluku, meski fokus utama pada tifa dan rempah. Pela Siri-Sori-Haria disebut sebagai narasi toleransi untuk wisatawan.
Sentimen Medsos
Kebanggaan Lokal: akun-akun Saparua antusias, dengan cuitan seperti "Pela Haria-Siri-Sori masuk Expo, Maluku juara!" Tagar #MalukuHarmoni muncul, meski tidak trending besar.
Dari ekspektasi wisata, ada harapan pela jadi daya tarik turis, seperti "Ajak turis lihat panas pela, pasti takjub." Sentimen optimis tapi realistis, karena promosi masih awal.
Namun, sangat dominan Positif: Sentimen di Medsos sangat positif, dengan pela Siri-Sori-Haria dipuji sebagai simbol dan solidaritas. Kebanggaan lokal kuat, terutama di kalangan warga Saparua dan diaspora.
Tren: Pela ini tetap relevan sebagai alat perdamaian, diperkuat oleh Louleha pasca-konflik. Promosi global seperti Expo 2025 bisa meningkatkan visibilitas.
Adapun tantangan yakni kurangnya konten digital (film, TikTok viral) membatasi daya tarik ke generasi muda luas. Edukasi di sekolah atau media bisa membantu.