Kritik Terhadap Sikap Natalius Pigai yang Plinplan tentang Program Siswa Nakal di Barak Militer di Jawa Barat
Saya dahulu terkesan dengan ketegasan dan kewibawaan seorang Aktivis HAM sdr. Natalius Pigai mantan Komisioner Komnas HAM sebelum menjadi Menteri HAM.
Kini saat berstatemen tentang Siswa Nakal di Barak Militer nampak Kontradiksi, sebagai publik figur terkesan bersikap "tidak konsisten" dalam pernyataannya "Seolah membenarkan "Tidak Ada dan tidak terjadi Pelanggaran".
Bapak Natalius Pigai sebagai Menteri HAM dengan membenarkan program Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengirim siswa nakal ke barak militer, Justru Sikap ini berbahaya karena mengabaikan Konteks Historis Konvensi Hak Anak (KHA) PBB 1989 yang diratifikasi Indonesia melalui "Keppres No.36 tahun 1990" sebagai respons atas kekerasan sistematis terhadap anak dalam pendidikan militeristik, kerja paksa, dan eksploitasi.
Pada Pasal 19 KHA secara eksplisit melarang kekerasan fisik/psikis, termasuk metode disiplin militer yang diterapkan di barak . Bapak Menteri HAM seharusnya menegaskan prinsip "kepentingan terbaik anak" sesuai Pasal 3 KHA yang menjadi dasar ratifikasi Indonesia. Â
Saya beri penjabaran Pak Menteri, Program itu sangat bertentangan dengan UU Perlindungan Anak dan Sisdiknas, di Pasal 54 UU Sisdiknas "mewajibkan lingkungan belajar "non-militeristik bukan militer", sementara Pak Menteri HAM yang terhormat mengabaikan fakta bahwa barak militer itu "bukanlah satuan pendidikan."Â Di Pasal 80 UU Perlindungan Anak ada ancaman pidana 3,5--15 tahun bagi pelaku kekerasan pada anak, termasuk "hukuman fisik dan isolasi" yang berpotensi terjadi selama pelatihan di barak.
Hindari Pelanggaran Prinsip HAM oleh Negara, Pak menteri HAM anda adalah representasi dari Negara telah menyatakan bahwa program ini "tidak melanggar HAM" padahal terkait siswa di barak pada Pasal 37 tertuang "melarang penahanan sewenang-wenang" dan "perlakuan tidak manusiawi". Siswa dipaksa masuk tanpa mediasi, Tanpa proses dan putusan peradilan.
Tidak perlu juga Double Standard, Jika kasus serupa terjadi di Papua, Apakah bapak akan bersuara lantang untuk menolak ?! Jangan ya marah Pak Menteri yang mengerti soal HAM, ini hanya Freedom of Speech.
Indikasi selanjutnya terkait dugaan Pelanggaran UU Sisdiknas No.20 tahun 2003 Pasal 4 ayat (1) Program barak militer nampak "diskriminatif" karena melabeli siswa "nakal"Â memisahkan dan mengisolasi mereka dari sistem pendidikan formal di sekolah. Di Pasal 12 ayat (1b) sehingga Siswa kehilangan "hak perlindungan"Â dari kekerasan, apalagi di lingkungan militer tidak diawasi oleh Dinas Pendidikan. Pasal 54 Barak militer "tidak termasuk dan memenuhi standar lingkungan belajar kondusif bagi anak sekolah".
Kuat dugaan lainnya perihal Pelanggaran UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2002 jo. UU No.35 tahun 2014, pada Pasal 9 "Anak berhak dilindungi dari "kekerasan dan eksploitasi", sementara program ini adalah uji coba dan siswa menjadi alat uji coba yang berisiko memicu trauma psikologis. Pasal 80 Jika terjadi kekerasan fisik seperti push-up berlebihan, teriakan perintah pada anak, pelaku bisa dipidana penjara.
Pelanggaran Konvensi Hak Anak (KHA) 1989 di Pasal 28 Disiplin sekolah harus "menghormati martabat anak", bukan melalui intimidasi terpisah dari ruang kelas dan teman mereka untuk dimasukan dalam barak militer. Pasal 31 karena "Anak dapat kehilangan hak bermain dan istirahat" akibat jadwal yang ketat di barak. termaktub dalam Pasal 37 tentang Larangan "penahanan sewenang-wenang", siswa dipaksa tinggal di barak adalah kurikulum ilegal.
Pelanggaran Prosedur Administrasi terjadi karena tidak Melibatkan DPRD dan Dinas Pendidikan. Setiap Perubahan kebijakan pendidikan wajib melalui musyawarah dengan DPRD sesuai UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Alokasi anggaran pendidikannya pun harus transparan, sayangnya program ini "tidak dibahas dan bukan prioritas dalam APBD". Serta Pelibatan TNI Tanpa Dasar Hukum yang jelas, dalam UU TNI tidak ada memberi kewenangan TNI untuk menangani siswa nakal. Silahkan Kementerian HAM lakukan Evaluasi bersama Komnas HAM & KPAIÂ untuk memastikan. Kepatuhan Negara terhadap Konvensi Hak Anak. Bapak Natalius Pigai anda telah berhasil menjadi Aktivis Ham, namun nyaris Gagal menjalankan fungsi sebagai Menteri HAM, membiarkan terjadinya pelanggaran UU Sisdiknas, Perlindungan Anak, dan Konvensi Hak Anak.
Sementara hal ini berisiko sanksi hukum berat karena melawan dan melanggar UU, kebijakan seperti ini fatal merusak sistem pendidikan Pak menteri. Karena "Tidak ada wewenang bagi Gubernur, Bupati dan TNI berhak untuk mengubah Kurikulum Pendidikan Nasional". Jadi, Negara wajib menghentikan program ini dan wajib memulihkan hak siswa sesuai hukum dan Hak Asasi Manusia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI