Program Pendidikan Militer untuk siswa bermasalah bertentangan dengan UU dan Hukum Internasional.
Pendidikan militer untuk siswa bermasalah bertentangan dengan prinsip perlindungan hak anak dan aturan hukum yang berlaku. Mulai dari Dasar Hukum Nasional yang Melindungi Hak Anak yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU PA) berdasarkan isi Pasal 15 Anak berhak dilindungi dari pelibatan dalam kegiatan politik, kekerasan, dan peperangan.
Pendidikan militer yang bersifat wajib dan disiplin keras dapat dianggap sebagai bentuk kekerasan struktural yang mengancam perkembangan psikologis anak. pada Pasal 16 Anak berhak bebas dari penyiksaan, hukuman tidak manusiawi, dan penahanan yang tidak sesuai prosedur hukum, Diskriminasi siswa dalam sistem barak militer berpotensi melanggar prinsip ini, terutama jika melibatkan isolasi dari keluarga. pada Pasal 28 dijelaskan bahwa Pendidikan harus menghormati martabat anak dan mengembangkan potensi diri, bukan melalui pendekatan disiplin militer yang cenderung tegas.
Menilik UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Pasal 4 Pendidikan diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif. Pendidikan militer yang hanya ditujukan untuk siswa "nakal" bersifat diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip inklusivitas.
Kemudian di Pasal 12 dijelaskan Hak Siswa untuk mendapatkan bimbingan konseling (BK) dan pendekatan pedagogis, bukan hukuman berbasis militer. Apalagi berkaitan dengan latihan berbasis kekerasan fisik yang mengakibatkan trauma psikis dan sosial terhadap anak. Lingkungan militer kecenderungan berisiko menciptakan trauma dan pelanggaran hak anak.
Saya menyampaikan ini berdasarkan Konstitusi dan Peraturan Pemerintah berdasarkan UUD 1945 Pasal 28B ditegaskan Menjamin hak anak untuk tumbuh dan berkembang serta perlindungan dari kekerasan, di PP Nomor 47 Tahun 2008 Menegaskan wajib belajar 12 tahun, sehingga pemindahan siswa ke lingkungan militer dapat menghambat akses pendidikan formal di Sekolah. Â
Ketentuan ini akan menjadi celah conflik dengan Hukum Internasional terkait Konvensi Hak Anak (CRC) 1989 Pasal 28, 29, 37 bahwa Pendidikan harus mengembangkan kepribadian, bakat, dan kemampuan anak secara utuh. Pendekatan militer tentunya bertentangan dengan tujuan ini. Selanjutnya pada Pasal 37 adanya larangan penyiksaan, hukuman kejam, dan penahanan sewenang-wenang seperti sistem barak militer bagi siswa yang berpotensi melanggar prinsip ini. Pak gubernur jawa barat pelatihan militer anak itu berisiko melanggar Pedoman PBB tentang Peradilan Anak (Beijing Rules) program yang menekankan rehabilitasi dan reintegrasi sosial anak bermasalah tidak perlu dipisahkan dari lingkungan belajar siswa, apalagi memberikan hukuman yang dapat merendahkan martabat anak sebagai manusia. Persepsi tentang Pendidikan militer siswa tidak sesuai dengan prinsip ini, Hasil Resolusi PBB tentang Hak Anak dalam Sistem Peradilan yang menyatakan bahwa penahanan atau isolasi anak harus menjadi upaya terakhir, memindahkan anak ke lingkungan militer justru mengabaikan prinsip ini.
Kritik Kami Kaum Muda Syarikat Islam terhadap Program Wajib Militer untuk Siswa Bermasalah (Nakal) ini bertentangan dengan Prinsip Pedagogi Pendidikan yang harus memperhatikan kebutuhan psikologis dan perkembangan karakter anak, bukan melalui pendisiplinan militer yang cenderung diskriminasi dari lingkungan belajar. Pendekatan militer belum tentu menyelesaikan akar masalah seperti kurangnya dukungan keluarga atau sekolah . Â
Mencari lajur Alternatif yang lebih Konstitusional, karena Pendidikan Bela Negara (PPBN) pun sudah diatur dalam UU No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara dan Program ini bersifat sukarela, inklusif, dan tidak mengisolasi anak dari keluarga.Â