Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Tak Ada "September Ceria" di Pasar Saham Indonesia?

25 September 2020   07:03 Diperbarui: 25 September 2020   08:52 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi IHSG cenderung menurun sepanjang bulan September (Sumber: www.zeebiz.com)

Tentu saja kabar ini bakal berdampak buruk terhadap perekonomian. Pasalnya, dalam situasi resesi demikian, akan terjadi sejumlah hal negatif, mulai dari bangkrutnya banyak perusahaan, bertambahnya jumlah pengangguran, meningkatnya angka kemiskinan, hingga terjadinya deflasi karena menurunnya daya beli masyarakat.

Karena tidak ada yang bisa memastikan waktu berakhirnya Pendemi Covid-19, maka tidak ada pula yang dapat memperkirakan durasi berlangsungnya resesi ekonomi. Jika situasi belum kunjung membaik, maka sangat mungkin bahwa resesi ekonomi bakal berlangsung lebih dari 6 bulan.

Hal ini tentu saja menyebabkan ketidakpastian di pasar saham. Alhasil, sebelum hal itu terjadi, sejumlah investor pun berduyun-duyun menarik dananya dari pasar saham, sehingga IHSG pun terkapar di level bawah.

Anomali

Walaupun penurunan IHSG pada bulan September tidak sedahsyat bulan Maret kemarin, namun saya melihat beberapa situasi yang mirip, yakni sepinya perdagangan harian dan terjadinya panic selling.

Hal ini tampak pada aktivitas saham-saham tertentu, yang bisnisnya sebetulnya baik-baik saja dalam masa Pandemi Covid-19, tapi karena orang-orang beramai-ramai jualan saham, maka harganya ikut-ikutan turun.

Sebut saja saham BRI Syariah (BRIS). Dalam beberapa bulan terakhir, saham ini memang menjadi "sorotan" para investor karena beberapa alasan, yakni kinerjanya membaik dan rencananya bakal dimerger pada tahun 2021.

Atas dasar itulah, jangan heran kalau harganya "lompat" dalam waktu yang begitu cepat. Saat IHSG sedang dalam kondisi oke, saham ini bahkan sempat menyentuh harga tertingginya, yaitu 1020.

Namun demikian, ketika "diberondong" oleh tiga sentimen negatif yang disebutkan sebelumnya, saham BRIS kemudian longsor dalam waktu yang relatif cepat ke level 700-an. Investor tampaknya cukup risau dengan kondisi bursa, sehingga memutuskan mengobral sahamnya.

Bagi saya, hal ini merupakan sebuah "anomali". Disebut demikian karena BRIS masih mempunyai "cerita" yang bagus. Kinerja perusahaan pada laporan bulan Agustus menunjukkan bahwa masih ada laba sebesar 168 miliar rupiah yang berhasil diraih. Perolehan ini jelas jauh lebih baik daripada bulan yang sama pada tahun 2019.

Selain itu, BRIS juga tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus FinCEN. Meskipun kasus tersebut menyeret nama bank-bank besar di tanah air, namun BRIS tetaplah "bersih". Tidak ada nama BRIS yang tercantum di dalam dokumen FinCEN, sehingga bisa dipastikan bahwa tidak bakal terjadi kasus yang akan menjerat BRIS dalam jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun