Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Menjadi Investor Bisa Ikut Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan?

18 Juli 2019   09:01 Diperbarui: 18 Juli 2019   09:17 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: https://img.okeinfo.net

Saving Bond Ritel (SBR)
Saving Bond Ritel (SBR) adalah instrumen investasi lain yang sempat saya cicipi. Saya ingat membeli beberapa unit SBR003 pada Bulan Mei 2018. Awalnya saya sempat ragu berinvestasi di instrumen ini. Wajar, saya baru pertama kali melakukannya.

Untuk mengatasi keraguan tadi, saya sampai menghadiri peluncuran SBR003 di Ciputra Artpreneur. Lewat acara itu, saya jadi lebih paham bahwa surat tersebut sejatinya diterbitkan untuk mencukupi anggaran belanja negara, khususnya pada sektor pendidikan dan kesehatan.

Acara peluncuran Saving Bond Ritel seri 003 pada Bulan Mei 2018 (sumber: dokumentasi pribadi)
Acara peluncuran Saving Bond Ritel seri 003 pada Bulan Mei 2018 (sumber: dokumentasi pribadi)
Mekanisme penerbitan surat tadi diatur sepenuhnya oleh Kementerian Keuangan. Sebagai salah satu "partner" Bank Indonesia dalam menjaga SSK, Kementerian Keuangan memang bertugas mengelola keuangan negara, terutama untuk membiayai pembangunan, termasuk di dalamnya kebijakan perpajakan dan utang pemerintah.

Sewaktu menerbitkan SBR tadi, Kementerian Keuangan berkomitmen menjamin keamanan dana investor. Semua prosesnya sudah memiliki dasar hukum yang jelas.

Atas dasar itulah akhirnya saya membeli beberapa unit SBR tadi. Tak hanya bisa memperoleh imbal hasil yang lebih besar (sukubunga mengambang 6,8%), dengan memiliki SBR tersebut, saya bisa ikut membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan di masyarakat.

Financial Technology (Fintech)

Di antara semua instrumen investasi yang pernah saya jajal, financial technology alias fintech tergolong level "medium". Sebab, imbal hasil yang ditawarkan bisa lebih tinggi daripada deposito dan SBR. Nilainya 10% s.d. 20% per tahun. Meski begitu, risiko yang mesti ditanggung juga sebanding dengan tingkat keuntungannya.

Perkenalan saya dengan fintech sebetulnya terjadi tanpa disengaja. Pada tahun 2017, saya mendapat undangan untuk meliput acara di sebuah bank nasional. Acara tadi menghadirkan dua narasumber. Nah, salah satunya adalah CEO perusahaan fintech peer-to-peer lending yang kini namanya sudah dikenal luas.

Lewat uraiannya, saya jadi tahu bahwa fintech terus berkembang di tanah air. Buktinya, kini bermunculan banyak perusahaan fintech yang menawarkan beragam jenis layanan.

Perusahaan fintech terus bertumbuh di Indonesia (sumber: https://cdns.klimg.com/merdeka.com)
Perusahaan fintech terus bertumbuh di Indonesia (sumber: https://cdns.klimg.com/merdeka.com)
Konsep pinjaman yang diusung umumnya ialah "urun dana". Jadi, lewat perusahaan fintech tadi, investor bermodal kecil pun bisa turut serta. Sebab, kalau ada begitu banyak investor yang menanamkan dana, jumlah modal yang terkumpul jadi tambah besar. Nantinya, dana tadi akan disalurkan ke individu atau perusahaan yang membutuhkan pinjaman.

Sebelum memutuskan berinvestasi, saya tentu mempelajari latar belakang perusahaan fintech tadi. Maklum sekarang ada begitu banyak kasus "investasi bodong". "Korban"-nya pun bertebaran di mana-mana. Supaya investasi berlangsung aman, saya mesti memastikan legalitas perusahaan tadi terlebih dulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun