Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Cermat Memilih Reksadana Saham

25 Maret 2019   10:09 Diperbarui: 25 Maret 2019   11:47 1723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin seorang teman bertanya soal rekomendasi produk reksadana saham yang tepat untuknya. Sudah lama, ia ingin membeli beberapa unit reksadana saham untuk investasi. Setelah melihat begitu banyak pilihan produk reksadana saham, ia jadi bingung. Ia tidak tahu produk reksadana mana yang akan menghasilkan cuan besar untuknya. Biarpun sudah mengecek "nama besar" manajer investasinya, ia masih saja "diselimuti" keraguan dalam menentukan pilihan reksadana yang akan dibelinya.

Sebelum melanjutkan pembahasan, saya ingin sedikit menyinggung bahwasanya reksadana saham sebetulnya adalah salah satu produk reksadana. Ada pun jenis reksadana lain, yaitu reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap, dan reksadana campuran.

Semua produk reksadana tersebut dikelola oleh Manajer Investasi (MI). Ia adalah pihak yang secara profesional mengatur, memilih, dan memantau perkembangan investasi nasabah. Jadi, boleh dibilang, dana nasabah reksadana "diputar" oleh tangan-tangan yang punya kapasitas dan integritas di bidangnya.

Biarpun begitu, bukan berarti berinvestasi di reksadana itu bebas risiko. Namanya juga investasi, tidak selalu untung. Kalau salah memilih produk, bisa-bisa nasabah menanggung kerugian.

Makanya, pilihan produk reksadana disesuaikan dengan profil risiko nasabah. Untuk yang konservatif, bisa memilih reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap; untuk moderat, reksadana campuran; dan untuk agresif, reksadana saham. Ibarat "jodoh", semua itu dipilih berdasarkan kecocokan.

Kembali ke kasus teman saya. Untuk mengatasi masalahnya, saya hanya bisa kasih saran sederhana, yaitu bahwa ia mesti mencermati komposisi saham yang dipegang oleh Manajer Investasi. Ia harus melihat kinerja saham-saham tersebut selama setahun terakhir. Ia juga wajib mempertimbangkan prospek dari saham-saham tadi.

Makanya, selain memperhatikan "racikan" sahamnya, ia juga mesti mengamati perkembangan ekonomi makro. Sebab, ekonomi makro bisa berpengaruh terhadap pergerakan harga saham.

Sewaktu tulisan ini dibuat, aura positif kini "berembus" menghampiri beberapa sektor, seperti perbankan dan perumahan. Alasannya, Federal Reserve System (The Fed) cenderung "jinak" sepanjang tahun 2019.

Tidak seperti tahun lalu yang mana secara agresif menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali, pada tahun ini, Bank Sentral Amerika Serikat tersebut lebih kalem. Buktinya, pada bulan Maret ini, Gubernur The Fed, Jarome Powell, masih mempertahankan tingkat suku bunga acuan sebesar 2,25%- 2,50%.

Kabar itu menjelma menjadi "angin sejuk" yang sanggup memadamkan kegelisahan investor terhadap sejumlah saham perbankan dan perumahan. Maklum, oleh karena suku bunga acuan terus naik pada tahun lalu, investor enggan membeli saham di sektor tersebut.

Pertimbangannya jelas. Kalau suku bunga tinggi, bisnis perbankan dan perumahan akan terganggu. Akan ada sedikit nasabah yang mengajukan kredit. Jika itu sampai terjadi, pendapatan bank bisa turun, dan itu berdampak pada harga saham di bursa.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun