Mohon tunggu...
Adica Wirawan
Adica Wirawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - "Sleeping Shareholder"

"Sleeping Shareholder" | Email: adicawirawan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Siapa Bilang Generasi Milenial Enggak Cinta Produk Dalam Negeri?

17 Desember 2017   11:52 Diperbarui: 17 Desember 2017   16:42 1221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara nangkring bersama kementerian industri (dokpri)

Batik barangkali bisa menjadi "solusi instan" manakala saya bingung menentukan pilihan busana yang akan dikenakan dalam sebuah acara. Makanya, di dalam lemari pakaian, saya memiliki sejumlah batik. Bukan batik yang mewah memang. Namun, bagi saya, batik milik saya punya motif indah, yang mampu "memanjakan" mata siapapun yang memandangnya. Ada yang bermotif tumbuh-tumbuhan. Ada pula yang bercorak hewan. Makanya, tak hanya nyaman dikenakan, batik itu juga menampilkan "miniatur karya seni" yang bisa diperlihatkan kepada sejawat.

beberapa koleksi batik milik saya (sumber: dokumentasi pribadi)
beberapa koleksi batik milik saya (sumber: dokumentasi pribadi)
Oleh sebab itu, saya senang berbatik ria dalam sejumlah kegiatan, termasuk acara Nangkring Kompasiana bersama Kementerian Perindustrian Republik Indonesia di Crematology Coffee pada hari ini. Dalam acara tersebut, saya hadir mengenakan batik bermotif ikan koi, yang didominasi warna biru. Saya memang sengaja memilih batik tersebut karena batik itu menyerupai lukisan yang sungguh indah. Makanya, sewaktu memandangnya sekian lama, saya sering merasa bahwa ikan koi tersebut terlihat berenang santai di permukaan batik, layaknya animasi film Pixar.

Pertimbangan lainnya ialah bahwa batik tersebut ternyata diciptakan oleh tangan-tangan terampil anak negeri. Makanya, batik itu termasuk produk dalam negeri, yang layak dibanggakan dan dilestarikan. Apalagi kini batik telah menjadi budaya populer di masyarakat. Buktinya, di mana-mana, kita sering menjumpai orang-orang yang berseragam batik.

Sebut saja, dalam beberapa acara seminar, saya sering melihat beberapa narasumber dan peserta, yang beramai-ramai memakai batik.

saya dan kawan-kawan berbatik ria dalam sebuah acara kementerian beberapa bulan lalu (sumber: dokumentasi pribadi)
saya dan kawan-kawan berbatik ria dalam sebuah acara kementerian beberapa bulan lalu (sumber: dokumentasi pribadi)
Kemudian, di kantor tempat saya bekerja pun, kami sempat merayakan Hari Batik Nasional, yang jatuh setiap tanggal 2 Oktober dengan memamerkan batik milik masing-masing.

saya dan teman-teman berbatik merayakan hari batik nasional (sumber: dokumentasi pribadi)
saya dan teman-teman berbatik merayakan hari batik nasional (sumber: dokumentasi pribadi)
Sementara itu, belum lama ini, anak-anak di Wamena pun tampak tersenyum berseragam batik dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh sebuah produsen alat tulis.

anak-anak ceria berbatik dalam sebuah acara di wamena (sumber: dokumentasi faber-castell)
anak-anak ceria berbatik dalam sebuah acara di wamena (sumber: dokumentasi faber-castell)
Lewat kegiatan seperti itulah, kita akan menemui beragam corak batik. Ibarat kata, kegiatan bisa menjadi ajang fashion show mini, yang memperlihatkan keunikan batik khas nusantara.

Hal itu tentu saja menjadi kabar baik bahwa masyarakat Indonesia sebetulnya telah mencintai produk dalam negeri. Biarpun baru sebatas beberapa produk, seperti batik, setidaknya kita bisa menepis "sedikit" stigma bahwa orang Indonesia, terutama generasi Milenials, lebih menyenangi produk asing daripada produk bangsanya sendiri.

Berkaca pada Bangsa Lain terhadap Kecintaan Pada Produk dalam Negerinya Sendiri

Hal tersebut tentu bisa dimaklumi karena demikianlah fenomena yang terjadi di "lapangan". Padahal, kalau kita “becermin” pada negera lain, kita akan melihat fenomena sebaliknya. Sebab sejumlah bangsa, seperti di kawasan Asia, malah tertarik memakai produk dalam negerinya sendiri. Sebut saja Jepang dan Korea, yang masyarakatnya begitu menghargai produk karya anak bangsanya.

Fakta itu juga diamini oleh Haris Munandar, selaku Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian. "Walaupun produk-produk dari Jepang dulunya berkualitas rendah, warganya tetap bangga menggunakannya,” katanya.

Haris munandar menyampaikan presentasi dalam acara nangkring (dokpri)
Haris munandar menyampaikan presentasi dalam acara nangkring (dokpri)
Makanya, Haris kemudian mendorong masyarakat Indonesia untuk mulai memakai produk dalam negeri. Sebab, kalau masyarakat menggunakan hanya satu produk dalam negeri saja, akan ada banyak dampak yang diberikan.

“Pasalnya, hal itu akan membuka lebih banyak lapangan kerja,” lanjut Haris lagi. Hal itulah yang kemudian yang akan menjadi penggerak perekonomian di tanah air. “Jadi, banggalah terhadap produk indonesia sebab hal itu akan menyumbangkan dampak bagi roda ekonomi masyarakat,” katanya.

Biarpun telah dikenal oleh masyarakat dunia, anehnya, hanya sedikit orang Indonesia yang mengetahui produk unggulan karya anak bangsa. Makanya, sewaktu pembicara berikutnya, Akhyari Hananto, selaku Founder & Editor in Chief Good News From Indonesia, melakukan sebuah survei sederhana, masyarakat Indonesia hanya tahu Indomie sebagai produk nomor satu yang sangat terkenal di mancanegara.

Akhyari menyampaikan presentasi (dokpri)
Akhyari menyampaikan presentasi (dokpri)
Kemudian, Akhyari menyebutkan produk dalam negeri, yang sering “disangka” produk luar negeri, seperti J.Co dan Polygon. Makanya, seperti Haris, Akhyari juga merasa perlu meningkatkan literasi produk dalam negeri, serta mengajak masyarakat untuk menggunakan produk tersebut. Selain akan menggerakan roda ekonomi, mengurangi angka pengangguran, dan meningkatkan kualitas produk tersebut, hal itu juga akan “mendongkrak” nasionalisme masyarakat.

Apalagi, pada tahun 2030, benua Asia akan menjadi “kutub” perekonomian dunia, dan Indonesia akan mendapat “berkahnya”. Semua itu tentunya bisa terjadi, di antaranya, karena digitalisasi yang terus bertumbuh dan berkembang di wilayah tersebut. Makanya, sangat sayang kalau kita melewatkan begitu saja “kesempatan emas” tersebut.  

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, pembicara selanjutnya, Iwet Ramadhan, selaku Founder TIK by Iwet Ramadhan, Jakarta Creative Hub, Penyiar Radio, juga hadir menyampaikan presentasi tentang proyek JCreative, yang berkontribusi mengayomi dan memberdayakan ibu-ibu yang tinggal di rusun untuk menciptakan lebih banyak karya.

Iwet menyampaikan presentasi (dokpri)
Iwet menyampaikan presentasi (dokpri)
Satu produk yang banyak dihasilkan oleh ibu-ibu tersebut adalah fashion. Sebut saja produksi baju dan batik yang sudah diciptakan. Dengan disertai "sentuhan" kekayaan lokal, produk-produk tersebut hadir "menawarkan" corak tersendiri. Penjualannya? Iwet mengaku produk-produk tersebut mampu diserap pasar. Sebagai penutup, Iwet menegaskan bahwa proyek tersebut bersifat sosial. Makanya, sebagian omset yang didapat dikembalikan ke ibu-ibu rusun juga.

Sebagai generasi Milenials, saya merasa bahwa kecintaan terhadap produk dalam negeri perlu dipupuk. Apalagi, pemerintah, lewat Kementerian Perindustrian, hadir menyokong ukm-ukm agar menyuburkan ekosistem industri yang menghasilkan produk dalam negeri, seperti batik yang sempat saya singgung pada awal tulisan. 

Kementeterian Perindustrian juga siap menyediakan permodalan bagi setiap pelaku usaha produk dalam negeri. Dengan demikian, kecintaan terhadap pruduk dalam negeri terus bertumbuh, perekonomian tetap berkembang, dan persoalan sosial dapat teratasi. Oleh sebab itu, seperti ucapan penutup dari Haris, cintailah produk Indonesia dengan memilikinya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun